Ini kamus pertama yang menggunakan kata "Indonesia" sebagai judul. Sejak Sumpah Pemuda 1928, perkembangan bahasa Indonesia memang dipersulit oleh Belanda. Bahasa Indonesia dianggap sebagai kerikil politik yang berpotensi mengganggu stabilitas politik kolonial. Kamus ini disusun oleh Elisa Sutan Harahap, disempurnakan dari kamus yang sebelumnya dia susun, "Kitab Arti Logat Melajoe". Kamus ini, yang tebalnya hampir lima ratus halaman, disusun "hanya" dalam kurang lebih dua bulan, tak lama sesudah Jepang mengalahkan Belanda. Ya, dalam rangka melakukan de-Belanda-isasi, pemerintah kolonial Jepang menggalakan penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi. Semua nama tempat yang berbau Belanda diperintahkan untuk diubah seturut kehendak masyarakat. Edisi pertama kamus ini terbit pada Oktober 1942. Sementara, kamus yang saya punya ini, adalah cetakan kedelapan, terbit pada Oktober 1948. #ZonaMemory (Tarli Nugroho)
Apakah ruang sosial/publik berarti ruang yang digunakan untuk tujuan-tujuan sosial/publik, atau sekadar ruang yang diisi oleh anggota masyarakat yang disebut khalayak?
Senin, 23 Februari 2015
Minggu, 22 Februari 2015
Naif
Jika Anda kemarin mendukung segitunya, lalu kemudian menghardik sebegitunya, dan setiap hari nada suara Anda berubah secara drastis seturut perubahan arah angin yang memang serba tidak tentu, maka percayalah, itu bukan cermin dari sikap kritis dalam demokrasi. Itu adalah tanda bahwa problematisasi Anda atas banyak persoalan sangat dangkal, deterministik, dan terburu-buru. Dan itu cermin dari kenaifan.
Sabtu, 21 Februari 2015
Kesulitan Titik Temu NU-Wahabi
Tanggapan yang elegan dari seorang intelektual NU, penulis buku "Islam Borjuis dan Islam Proletar". Sayangnya ia tidak menyinggung alasan ekonomi-politik dari kesulitan titik-temu NU-Wahabi untuk saat ini: Wahabi anak sah dari kapitalisme petrodolar, NU dari ekonomi bumiputera yang (sejatinya) anti-kapitalisme asing. Titik temu itu mungkin terwujud, kalau NU membuka krannya kepada kapitalisme petrodollar, sesuatu yang akan mengkhianati "khittah" ekonomi bumiputeranya. (Muhammad Al-Fayyadl)
Jumat, 20 Februari 2015
Booklet Diskusi 100 Tahun Moch. Tauchid
Silakan diunduh, makalah-makalah dalam diskusi "100 Tahun Mochammad Tauchid: Membaca Kembali Pemikiran (Agraria) Moch. Tauchid" yang diadakan oleh Rukun Tani Indonesia (RTI), CSDS (Center for Social Democratic Studies) dan P2M (Perhimpunan Pendidikan Masyarakat). Ada dua makalah, yaitu dari M Dawam Rahardjo dan Imam Yudotomo, serta sebuah file presentasi dari Ahmad Nashih Luthfi.
Setelah Inkonstitusional, Lalu Apa?
Pembatalan UU No. 7/2004 secara keseluruhan oleh Mahkamah Konstitusi pada Rabu, 18 Februari 2015 lalu, menunjukkan paling tidak dua hal. Pertama, para penyelanggara negara, baik eksekutif maupun legislatif, ternyata tidak kompeten dalam menyusun perundang-undangan. Ini terbukti dari banyaknya UU yang telah dibatalkan oleh MK dalam kurang lebih satu dekade terakhir, baik sebagian maupun secara keseluruhan.
Kamis, 19 Februari 2015
Paradoks Efisiensi
Kemajuan ilmu-teknologi memungkinkan perusahaan memproduksi barang (mobil, kulkas, lampu, AC) yg hemat energi dan murah. Tapi, mengapa konsumsi energi justru terus meningkat? Karena makin murah sebuah produk, makin banyak produk itu dijual dan dipakai; jika perlu sekali pakai dan buang karena murahnya. Efisiensi energi akan sia-sia jika kita tidak mengimbanginya dg gayahidup minimalis: hidup sederhana, sedikit barang, hemat uang, bekerja lebih sedikit dan karenanya lebih banyak waktu senggang untuk menikmati hidup. (Farid Gaban)
Nabok Nyilih Tangan
Katanya nabok nyilih tangan. Ternyata yang ditabok adalah (para komisioner) KPK dan konvensi hukum kita. Jadi, siapa yang Anda selamati, masuk kotaknya kasus BG, atau macetnya penyelidikan kasus 'release and discharge' BLBI?! (Tarli Nugroho)
Rabu, 18 Februari 2015
Penggal
Semua berita tentang ISIS yang kita baca hampir selalu mengandung kata penggal. Informasi bengis dalam kata "penggal" ini mengantarkan asosiasi mengerikan, kepala manusia yang terpisah dari tubuhnya akibat dipenggal dengan senjata tajam sekali tebas. Tapi, gambar atau video aksi brutal ISIS itu menunjukkan pelaku memegang belati, yang mustahil dapat memotong dengan sekali tebas. (Eko Endarmoko)
Selasa, 17 Februari 2015
Krisis Hukum dan Konstitusi
Masalah yang kita hadapi sejak Reformasi memang adalah kepala negara dan kepala pemerintahan yang tidak kompeten, terutama dalam mengambil tanggung jawab untuk memandu kita keluar dari krisis hukum dan konstitusi. Jangan lupa, pangkal dari politik hukum adalah presiden, dan isu krisis konstitusi bukanlah bualan omong kosong. (Tarli Nugroho)
Senin, 16 Februari 2015
Inkompetensi
Inkompetensi seorang pemimpin telah membuat kita terjebak pada konflik antar-lembaga penegak hukum dan komplikasi yang serius dalam interpretasi hukum.
Langganan:
Postingan (Atom)