Kemarin ada seorang mahasiswa S2 Unpad mewawancarai saya untuk kepentingan tesisnya. Ia sedang meneliti tayangan televisi yang menggunakan konsep jurnalisme warga berbasis video.
Apakah ruang sosial/publik berarti ruang yang digunakan untuk tujuan-tujuan sosial/publik, atau sekadar ruang yang diisi oleh anggota masyarakat yang disebut khalayak?
Tampilkan postingan dengan label Wisnu Prasetya Utomo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wisnu Prasetya Utomo. Tampilkan semua postingan
Kamis, 03 Desember 2015
Rabu, 02 Desember 2015
Televisi
Kemarin, di kelas Media Penyiaran, ada mahasiswa yang bertanya tentang siapa yang patut disalahkan kalau ada tayangan televisi bermasalah. Bukankah tayangan yang bermasalah tersebut sering ditonton banyak orang dan bikin ratingnya tinggi jadi terus diputar stasiun televisi? Jadi masyarakat yang menonton ikut bersalah dong? Kalau diringkas inti pertanyaannya kira-kira tayangan televisi yang bermasalah terjadi karena selera masyarakat yang buruk.
Minggu, 29 November 2015
Media Digital
Kemarin saya ikut diskusi dengan Ross Tapsell, pengajar di Australian National University. Ia sedang meneliti tentang media digital di Indonesia. Ia bilang bahwa kepemilikan media di Indonesia akan semakin mengerucut menjadi 6-7 kelompok saja. Proses digitalisasi dan konvergensi tetap membuat kelompok media dengan kapital besar akan mendominasi akses penyebaran informasi. Terbentuknya oligarki pemilik media berjalan seiring dengan kembalinya oligarki politik di Indonesia. Media digital punya elan emansipatoris untuk melawan cengkeraman oligarki tersebut meski memang masih menjadi pertanyaan. Dengan mengutip medium is the message-nya Marshall McLuhan, Ross bilang bahwa di Indonesia kehadiran media cetak membawa imaji nasionalisme, sementara kemunculan televisi menjelaskan watak otoritarianisme politik. Pertanyaannya, akan membawa apakah media digital di tahun-tahun ke depan? (Wisnu Prasetya Utomo)
Rabu, 25 November 2015
Guru
Kecuali di media sosial, saya hampir tidak pernah mengucapkan selamat hari guru kepada guru-guru saya secara langsung, tidak juga kepada bapak-ibuk yang merupakan guru SD. Saya meyakini bahwa ucapan langsung semacam itu mungkin tidak berguna dan hanya sekadar basa-basi belaka.
Selasa, 24 November 2015
Pemberitaan
Sepertinya
HMI perlu meniru SN, bertemu dengan Forum Pemred, barangkali nada
pemberitaan bisa berganti arah. Oh iya, 24-27 November ada aksi mogok
nasional buruh. Mungkin beritanya tidak akan dimuat banyak di media.. (Wisnu Prasetya Utomo)
Senin, 23 November 2015
Berita
Bagaimana tekanan pemerintah Israel bisa membuat BBC News mengubah beritanya tentang Palestina... https://electronicintifada.net/blogs/amena-saleem/how-israel-pressures-bbc-changing-headlines
Posted by Wisnu Prasetya Utomo on 23 November 2015
Media Cetak
Lebih dari 1.300 penerbitan cetak di seluruh provinsi terpaksa gulung tikar selama 15 tahun terakhir. Mereka limbung digilas teknologi sekaligus ditinggalkan pembaca kelas menengah. Tapi benarkah kita sudah tiba pada era senjakala media cetak? Atau satu-satu runtuhnya suratkabar ini hanya karena perkara situasi ekonomi yang melemah?
Jumat, 20 November 2015
Jurnalisme
Tadi malam, Roy Thaniago mengirim pesan wassap kepada saya. Dia memberi komentar tulisan terbaru di Pindai tentang Orang Rimba. Kata Roy: "Aku heran, itu 2 paragraf dari 3 paragraf terakhir, sama persis dengan tulisanku loh." Mak jegagik saya. Dalam istilah Roy sendiri, ia sedang melakukan proses tabayyun. Saya hanya bilang akan meneruskannya ke Fahri Salam, editor naskah tersebut. Seharian ini Fahri menelusuri apa yang salah di naskah tersebut. Ia mengontak penulisnya, Jogi Sirait, juga narasumber yang dikutip dalam tulisan tersebut. Kesimpulannya, memang ada kesalahan dalam naskah tersebut. Hasilnya ditulis Fahri di blog Pindai berikut.
Kamis, 19 November 2015
Kamisan
Sore ini kali pertama saya ikut Aksi Kamisan di depan Istana Negara. Aksi yang dilakukan keluarga korban pelanggaran HAM oleh negara. Pertama kali dilakukan tahun 2007, dan tadi adalah kamisan ke 420. Sebagai peserta baru, saya mendadak disuruh refleksi di akhir aksi. Tak banyak yang saya bilang. Saya cuma ngomong kalo aksi kamisan adalah air, yang setetes demi setetes akan menjebol rezim batu yang enggan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Entah kapan. Saya malu. Saya banyak belajar dari bapak-ibu yang terus berdiri menuntut keadilan. Betis mereka semakin kuat. (Wisnu Prasetya Utomo)
Selasa, 17 November 2015
Masih tentang Paris
A: "Media-media internasional bersikap diskriminatif dengan lebih banyak memberitakan serangan mematikan di Paris ketimbang serangan di Beirut yang terjadi sehari sebelumnya. Hanya sedikit media yang memberitakan kejadian di Beirut, Nigeria, Kenya, Palestina, dsb."
Senin, 16 November 2015
Media Propaganda
Kata bang Alfa Gumilang dalam tulisannya di Pindai: "Di tengah ruang redaksi dari media besar yang kian meminggirkan suara buruh, pertarungannya nanti adalah bagaimana kalangan buruh melakukan pendidikan politik. Juga penyebaran kampanye atas isu dan masalah yang merugikan hak mereka lewat media internalnya. Sekaligus memanfaatkan media sosial dalam memperluas jangakuan isu lintas-sektoral dan lintas-kelas. Setidaknya isu mereka dapat terserap sebagai topik penting bagi kelompok pekerja rentan lainnya." (Wisnu Prasetyo Utomo)
Kamis, 12 November 2015
Nyemplung
Hari ini kali kedua saya nyemplung ke kolam renang setelah tahun 2011 hampir tenggelam di perairan Buton. Saya tidak tahu apa ini namanya trauma, tapi setelah peristiwa itu ada perasaan aneh ketika nyemplung ke air, selintas nggliyeng, dan badan seperti menolak diajak masuk kolam. Apalagi airnya asin kena air mata Eddward. Untung ada kak uyan Wibisono . Paling tidak hari ini saya belajar nyelem. Pelan-pelan, semoga segera bisa renang.
Membayangkan Jadi Orang Lain
Setiap bertemu seseorang, saya sering membayangkan menjadi orang tersebut. Dua hari lalu, dalam perjalanan menuju bandara Halim, saya naik angkot 02 menuju halte arion. Supirnya masih muda, dengan rambut belahan pinggir, tangan kanannya memegang setir dan tangan kirinya memegang beberapa lembar uang ribuan. Tiba-tiba terlintas dalam pikiran seandainya saya menjadi supir tersebut, alangkah hebatnya menyetir dengan satu tangan.
Selasa, 10 November 2015
Hari Pahlawan
Salah satu pahlawan saya beberapa bulan belakangan adalah Yovantra Arief, mahasiswa-filsuf yang mengajari cara mengelola web dengan baik dan benar. Berat sekali, apalagi untuk orang seperti saya yang gaptek, pakai laptop sering hanya buka Word dan internet. Di ruang sempit di kantor Remotivi ini saya juga kerap kena doktrin-doktrin kiri, sesekali liberal, kadang ceramah keagaman (maklum yovan ini santri tulen), juga diajari cara menggunakan analisis ekonomi-politik media dengan kaffah.
Kapan Koran-koran di Indonesia akan Tutup Total?
"Nu, menurutmu kapan koran-koran di Indonesia akan tutup total?"
Senin, 09 November 2015
Dari Twitwar ke Twitwar
Seiring industri media cetak yang terjun bebas, ditandai dengan tutupnya banyak koran, follower twitter mz Dhani justru terus melaju tak terkendali. Sebagai sang liyan (Aunurrahman, 2015), ia menyisir dari pinggir. Hanya dalam beberapa menit, postingan fesbuknya disukai ratusan orang. Apa rahasianya? Sila beli dan baca buku blio yang sebentar lagi terbit ini. (Wisnu Prasetya Utomo)
Sinar Harapan dan Senjakala Media Cetak
Ada kabar bahwa Sinar Harapan (baik cetak maupun online) akan berhenti terbit awal tahun 2016. Belum ada pengumuman resmi yang bisa dibaca, meski jika kita menyimak tren penurunan besar-besaran jumlah eksemplar media cetak di berbagai belahan dunia, hal seperti ini wajar terjadi.
Sabtu, 07 November 2015
Jumat, 06 November 2015
Listening Post
Salah satu tayangan televisi yang sering saya tonton adalah Listening Post. Ini acara mingguan yang disiarkan Al Jazeera dan isinya tentang bagaimana media memberitakan isu-isu yang sedang hangat. Semacam media watch, yang dimiliki oleh media. Yang menarik, ia tidak hanya menghadirkan para peneliti/pengamat media, tetapi juga meminta pendapat dari banyak jurnalis di setiap episode atas isu tertentu. Dengan begitu ia membantu para penonton untuk memahami berita-berita yang ditampilkan media, bagaimana melihat biasnya, dengan cara apa mesti meresponnya, dan sebagainya. Sepertinya tayangan semacam ini belum ada di Indonesia.
Kamis, 05 November 2015
Teknologi Digital dan Kebudayaan
"Dalam buku ini, terdapat pula penelitian yang lokusnya adalah Indonesia. Bart Barendregt dengan esai 'Diverse Digital Worlds' mengurai penggunaan media sosial di Indonesia. Ia menemukan bahwa aktivitas 'menggoda' (flirting), bercakap-cakap, dan mengeluh (complaining) tentang pemerintah di media sosial, jauh lebih tinggi di Indonesia dibandingkan dengan banyak negara lain."
Langganan:
Postingan (Atom)