Main kartu tentu menyenangkan. Bisa kartu remi, boleh kartu domino atawa kartu gaple sajalah. Semua kartu itu bisa membawa keasyikan. Sambil tertawa, kartu dibagikan. Tentu dikocok dulu, siapa dapat kartu apa. Begitu kartu sudah di tangan, pikiran segera berputar. Mencari cara memainkan kartu, meraup untung.
Di luar KTP dan SIM, jaman kini, fungsi kartu bisa lebih dari sekadar hiburan. Apalagi jika sudah urusan dengan fulus. Kartu kredit awalnya cuma buat jaga-jaga, tapi awas! kebobolan bisa pailit. Kartu ATM sekadar buat ngecek saldo mingguan/bulanan. Kartu diskon merangsang rasa ingin belanja terus, hati-hati jangan ikut kebobolan, bisa tekor! Kartu bisa jadi tanda jenjang sosial.
Rupanya, untuk melawan kartu-kartu borjuis itu, perlu digalakkan kartu-kartu lain. Kartu proletar. Benang merah posisi diametral dua kubu kartu itu adalah subsidi. Beda nama tak masalah, yang penting kartu-kartu itu bisa dicetak bagus, tak kalah dari kartu borjuis. Masalahnya, apa politik kartu itu bakal mujarab merevolusi mental pemegangnya?
[Surabaya Book-Review]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar