Untuk membela Ahok terkait hasil audit BPK, akhirnya muncul juga pendapat bahwa sebaiknya BPK dibubarkan saja, dan audit terhadap pemerintah cukup dilakukan oleh BPKP. Apalagi, BPK isinya orang-orang parpol juga yang tidak bebas kepentingan. Begitulah produk politik idolatry. Semua sistem bila perlu harus dihancurkan, cukup sang tokoh yang jadi kunci sistem itu sendiri.
Ada dua kesalahan serius yang menguntit pendapat ngawur semacam itu. Pertama, jika mau dikaitkan dengan interest politik, posisi Ahok sebagai gubernur yang juga tengah running untuk masa jabatan keduanya, sudah jelas menyimpan kepentingan politik sangat besar, yang tak sebanding dengan kemungkinan interest politik yang ada di BPK. Alih-alih mengkritisi kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Ahok, yang jelas-jelas adalah seorang politisi yang tengah berkuasa, menuduh bahwa BPK punya interest politik adalah cara berdalih yang menumpulkan kritisisme publik pada kekuasaan.
Kedua, mengusulkan bahwa BPK sebaiknya dibubarkan saja dan cukup BPKP saja yang mengaudit pemerintah, adalah usul dari orang yang tidak paham tata kelola negara. BPKP itu auditor internalnya PEMERINTAH, sementara BPK itu auditornya NEGARA. Itu sebabnya kenapa pimpinan BPK bisa berasal dari kalangan partai politik. Mensubordinasi NEGARA di bawah PEMERINTAH jelas adalah usulan ngawur.
Untuk Ahok, jadilah pemimpin yang gentleman, jangan "buruk muka cermin dibelah". 'Statesman' dan 'statement' itu memang bunyinya hampir sama. Tapi hanya tong kosong yang nyaring bunyinya.
(Tarli Nugroho)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar