Bagaimana bisa orang yang harus bertanggung jawab pada penyalahgunaan frekuensi publik dengan menerapkan jurnalisme partisan selama Pemilu 2014 seperti Surya Paloh, justru diberi Bintang Mahaputra sebagai "Tokoh Pers Nasional"?
Tahun 2014, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengumumkan "Musuh Kebebasan Pers" berdasarkan catatan kuantitatif akumulasi jumlah sanksi dan teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia. KPI sendiri adalah lembaga (quasi) Negara dengan mandat mengawasi isi siaran TV dan radio.
Kelima "Musuh Kebebasan Pers 2014" itu adalah penanggung jawab dan pengelola MetroTV, tvOne, RCTI, Global TV, dan MNC TV.
Dewan Pers sebagai "polisinya media" punya setidaknya tiga penelitian tentang perilaku media selama Pemilu. Dan hasilnya sama dengan KPI. Apakah Dewan Pers pernah diminta pendapat soal ini?
Kalau kita masih memandang Bintang Mahaputra sebagai simbol penghargaan Negara pada warga yang berjasa, penganugerahan ini harus dikecam seluas-luasnya.
Tapi bila kita menganggap Bintang Mahaputra adalah penghargaan abal-abal ala dagang sapi, Surya Paloh dan para pengelola TV itu memang pantas mendapatkannya.
Terlepas dari itu semua, rezim ini tampaknya secara genetik mewarisi watak-watak Orde Baru. Hanya beda warna bendera.
(Dandhy Dwi Laksono)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar