Hampir tiga bulan lalu saya berbincang dengan seorang teman, kenapa tidak ada pernyataan berarti terkait proses renegosiasi kontrak karya Freeport di Senayan. Padahal, waktu itu Menteri Sudirman sedang getol-getolnya mewacanakan revisi PP 77/2014.
Isu penting itu seperti sengaja dihindari, padahal di Komisi VII DPR ada orang-orang yang biasanya dikenal vokal karena sangat menguasai isu energi, seperti Satya Wira Yudha, Kardaya Warnika, dan Kurtubi. Belum lagi kalau mempertimbangkan bahwa di komisi itu kini ada aktivis sangar seperti Adian Napitupulu, yang selalu galak jika tampil di media, tapi sama sekali tak pernah kita dengar pandangannya terkait bidang yang dibawahinya, hingga hari ini. Keheningan itu memang ganjil.
Nah, kasus laporan Sudirman Said yang kemudian menyeret Setya Novanto, ternyata cukup membantu. Kita bisa menyebutnya 'blessing in disguise'. Apapun motif diangkatnya kasus rekaman pembicaraan itu, efeknya kini semua orang akhirnya memperhatikan soal Freeport, dan sejumlah politisi di Senayan juga mulai buka suara mengenai posisinya terkait proses renegosiasi.
Namun, sebagaimana halnya gembar-gembor reformasi tata kelola migas setahun silam, jika isu itu hanya digunakan untuk menggusur aktor tertentu atas desakan aktor lainnya, dan meluputkan peta permainan selengkapnya, publik tidak akan memetik keuntungan apapun.
Jadi, selagi para elite saling menelanjangi dirinya, saya kira kita jangan sampai kehilangan fokus. Sesudah kasus laporan Sudirman mencuat, arena permainan kini telah bergeser dari revisi PP 77/2014 ke UU No. 4/2009. Ini seperti permainan futsal yang berubah jadi liga sepak bola. Stamina Anda harus benar-benar terjaga. *sesudah gagal bangun berkali-kali*
(Tarli Nugroho)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar