"Calon independen" adalah istilah yang diciptakan media. Dalam undang-undang, sebutannya adalah "calon perseorangan", yang dibedakan dari calon yang diajukan oleh partai politik, atau calon yang diajukan oleh gabungan partai politik.
Jika yang dimaksud dengan "independen" adalah bebas dari campur tangan partai politik, istilah itu tentu saja problematis, karena dengan jelas undang-undang menyebut bahwa unsur penyelenggara pemerintahan daerah, selain kepala daerah dengan jajarannya, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang isinya adalah partai politik. Artinya, apapun jalur pencalonan seorang kepala daerah, dalam praktik pemerintahan daerah dia tak bisa dan memang tidak boleh menisbikan peran partai politik.
Kita melihat bahwa perbincangan seputar calon independen ini tidak lagi berangkat dari kritik atau koreksi terhadap partai politik, melainkan sudah berisi kebencian terhadap partai politik. Kita bahkan tak lagi bisa membedakan antara "calon yang tak lagi dipercayai partai politik" dengan "calon yang lahir karena ketidakpercayaan terhadap partai politik". Keduanya telah jadi sumir.
Masalahnya, hanya mewaspadai partai politik jelas adalah fokus yang keliru. Dalam iklim "free fight democracy", istilah yang dulu diperkenalkan Hatta untuk mengkritik periode demokrasi liberal, perbincangan tentang calon perseorangan telah melupakan faktor peran pemodal dalam demokrasi.
Sistem Pemilu yang mahal memang telah membuat peran pemodal jadi tak terhindarkan, bahkan cenderung dominan. Sehingga, independensi terhadap partai politik sebenarnya tidak memiliki urgensi apapun, selama semua calon tak bisa menjaga independensinya terhadap para pemodal. Sebab, berbeda dengan partai politik yang mudah diawasi sekaligus mudah dihukum oleh publik, hal serupa tidak atau belum bisa dilakukan terhadap para pemodal, yang cenderung bermain diam-diam di balik layar demokrasi.
Saya kira sikap arif bukan hanya dibutuhkan dari para pemimpin atau elite saja, tapi juga seluruh warga. Tanpanya, setiap kegaduhan hanya akan menghasilkan ampas kebencian semata, tanpa buah pelajaran apapun.
(Tarli Nugroho)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar