Saya pernah ketemu seorang perempuan, dia peneliti Italia yang sedang melakukan riset mengenai batik di Indonesia. Sebelum datang ke Indonesia, dia belajar banyak tentang tabiat orang Indonesia, misalnya dalam hal jual beli di pasar.
Dia diajari kalau mau membeli apapun di pasar di Indonesia, semua harga harus ditawar, paling tidak hingga hampir separuhnya. Jika misalnya si penjual tetap bertahan dengan harganya, maka pura-pura saja tinggalkan dia, pasti nanti si penjual akan memanggil dan melepaskan barang yang dijualnya pada harga penawaran terakhir dari si pembeli. Begitu yang dia pelajari tentang Indonesia.
Ceritanya, sepulang dari Bali, di sebuah pasar loak di Jakarta, ia menemukan sebuah buku antik tentang batik. Itu adalah referensi yang sangat dibutuhkan untuk risetnya.
Secara finansial, dia tentunya tak kesulitan untuk membeli buku itu, segera. Namun, sesuai dengan mentoring yang diperolehnya mengenai tabiat orang Indonesia, dia tak segera membayar harga yang disebutkan si penjual. Ia tawar harga yang disebutkan. Pendek kata, dia belajar ngeyel. Tapi si penjual ternyata tetap keukeuh dengan harga yang ditawarkannya.
Akhirnya, perempuan Itali itu pun pura-pura ngeloyor pergi. Agar meyakinkan, ia pergi cukup jauh. Sayangnya, si penjual buku itu ternyata tak kunjung memanggilnya, sebagaimana yang dikiranya semula.
Persis pada saat itu saya kebetulan lewat di loakan tadi, dan melihat buku antik tentang batik tersebut. Sesudah saya tanya harganya, langsung saya bayar buku itu tanpa menawar, karena saya tahu nilai buku itu.
Sewaktu saya sudah beranjak pergi, perempuan Itali tadi balik lagi ke tukang loak tadi. Sepertinya dia menyerah. Rencananya dia ingin membeli buku batik tadi seharga yang ditawarkan penjualnya. Dia kaget ketika buku itu sudah tak lagi di sana.
Karena diberi tahu kalau buku itu sudah dibeli oleh saya, dia pun segera mengejar saya. Dia meminta saya menjual kembali buku itu padanya.
Saya sengaja bertahan, untuk menaikan nilai jual buku itu. Saya bilang, buku itu tidak akan saya jual.
Perempuan itu mengemis-ngemis pada saya. Dia mau beli buku itu berapapun harga yang saya minta. Saya jawab, saya tidak akan menjual buku itu. Setidaknya pada saat itu. Entah kalau lain hari.
Respon perempuan itu bikin kaget. Dia bilang, tolong bawa dia ke hotel terdekat, lakukan apapun yang saya mau kepadanya. Semua biaya hotel dia yang tanggung, asal saya mau menjual buku itu kepadanya, pada harga berapapun yang saya mau.
Saya pikir, gila orang ini. Akhirnya, karena tidak tega, dan takut tergoda oleh tawarannya, saya lepaskanlah buku itu. Saya jual dengan harga yang pantas, tak sampai sesukanya.
Perempuan itu merangkul saya dan mulutnya tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih pada saya.
*) sebagaimana diceritakan oleh Pak Djaja Laras, sang legenda buku tua Indonesia
(Tarli Nugroho)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar