Siang tadi, kembali Facebook telah mempertemukan saya dengan teman-teman baru yang unik dan luar biasa. Kali ini adalah dengan tiga orang ini. Pertama, paling kiri, adalah seorang insinyur elektro yang kemudian murtad belajar ekonomi di TU Delft dan lalu menjadi dosen ekonomi di Universitas Telkom, Bandung. Fotonya pernah saya unggah beberapa waktu lalu. Ia adalah Mas Rihan Handaulah.
Apakah ruang sosial/publik berarti ruang yang digunakan untuk tujuan-tujuan sosial/publik, atau sekadar ruang yang diisi oleh anggota masyarakat yang disebut khalayak?
Kamis, 15 Oktober 2015
Pecinta Buku
Di pucuk malam, sesudah urusan keduniaan usai dibicarakan, obrolan akan kembali pada cinta terdalam kami: buku. Dia menata dan mengatur sendiri buku-buku barunya, dan akan mengejar jika buku-buku itu tak ada di tempatnya.
Ruang Arsip Fadli Zon
Disaksikan oleh tatap lindap Tan Malaka, Raden Saleh dan Gandhi, novel "Kambing dan Hujan" karangan Mahfud Ikhwan akhirnya sampai juga ke ruangan ini, tempat arsip-arsip sejarah terpilih berjejalan di sejumlah lemari.
Tegang
Rasanya, aku baru saja menambal seperempat letih, hingga kemudian sebuah pesan dari sahabatku kembali mengganggu: "Kembali lagi kamu ke Timur..."
Bunuh Diri Kelas (2)
Setelah para bekas eksekutif yang mengembangkan benih jagung lokal di Gorontalo, kami menemukan lagi satu kasus "bunuh diri kelas" di Balikpapan.
Fatsoen
Kehormatanmu tak dibangun oleh orang-orang yang menyanjungmu. Dan kehinaanmu tak pernah berasal dari orang-orang yang melecehkanmu.
Kepada Kaum Jenderal
Sejak Desember 2006, melalui Keppres 28, Indonesia sudah punya Hari Bela Negara yang diperingati setiap 19 Desember.
Rabu, 14 Oktober 2015
Motinggo
Terakhir membaca Motinggo Busye adalah tujuh belas tahun lalu. Judul novelnya masih saya ingat persis, "Puteri Seorang Jenderal". Dua malam saya menyelesaikan novel itu yang kemudian diakhiri oleh sudut mata yang berkaca-kaca.
Anak Laut
Beginilah anak pulau-pulau kecil Indonesia bermain dan belajar dari lingkungannya. (Foto-foto oleh Farid Gaban)
Bibliofili
Saya tak bisa membayangkan bagaimana seandainya smartphone atau tablet sudah ditemukan lima puluh atau seratus tahun yang lalu. Tentu saya tak akan merasakan kegirangan sebagaimana yang dialami kemarin petang, ketika bertemu dengan tiga halaman kertas bertulisan tangan Mohammad Hatta ini.
Langganan:
Postingan (Atom)