Sabtu, 05 Desember 2015

Substansi

Dalam kasus Freeport, parlemen menjadi bahan tertawaan. Mereka memang layak diejek dan ditertawakan. Tapi, pertanyaan terpenting dalam kasus ini: apakah kontrak Freeport diperpanjang atau dihentikan? (Farid Gaban)

Selamat jalan, Wijaya Herlambang

Bung, kau orang baik. Mestinya kau berumur panjang. Agar kebaikan di negeri ini juga berumur panjang. Lawan politik dan pemikiranmu, Goenawan M, masih bugar. Juga Taufiq Is, dan lain-lain. Tapi kau keburu pergi. Selamat menjemput keabadian. Setidaknya kau telah meninggalkan suatu buku yang mengabadikan namamu dalam percakapan di negeri ini.

Jumat, 04 Desember 2015

#mamahmintatambah

Jangan lupa, selain isu #mamahmintapulsa dan #papahmintasaham, ini ada isu penting lain yang juga harus diperhatikan. Apalagi di akhir pekan. (Tarli Nugroho)

Tim

Teman-teman, dalam waktu singkat, saya akan menerbitkan buku. Kalau tidak ada aral, berkisar bulan Januari akhir atau Februari awal. Buku saya ini tipis belaka. Tapi dikerjakan oleh tim yang luarbiasa.

Publik vs Privat

Tekad bos Facebook menyumbangkan kekayaan utk amal-sosial (charity) memicu perdebatan ttg apakah negara sebaiknya membiarkan orang kaya menjadi Sinterklas (kesalehan privat) dan membebaskan pajaknya atau menarik pajak orang kaya itu utk memperbesar anggaran publik dalam bidang sosial (kesalehan publik). "Welfare-state" model Eropa yg bersandar pada kebijakan publik atau "kapitalisme yg welas asih" spt Amerika yg mendorong kebajikan individu? (Farid Gaban)

Sastra

"Kita memerlukan ketahanan sastra," kata saya. Kami, saya dan beberapa teman--Windi, Megi, Idaman, Hendi, Eva-- sedang ngopi di Pancong, berbicara banyak hal, dari big data dan Hadoop, sampai politik sastra. "Apa itu?" tanya Megi. "Kemampuan mengonsumsi/memproduksi sastra (puisi, fiksi, drama, esai), misalnya di tingkat konsumsi saja, mampu mengenali atau menilai suatu produk sastra bermutu atau tidak, layak dibaca atau tidak, mampu mengenali dan menunjukkan kelemahan dan kelebihannya secara tepat, berbukti, dan berargumentasi solid," jawab saya. "Kita mengakses dunia pakai apa? Bahasa. Bahasa adalah satu2nya alat memaknai dan menyampaikan makna. Karena inilah maka sastra disebut McLuhan batas peradaban. Jika kemampuan berbahasa, yang sastra merupakan representasi terbaiknya, lemah, maka peradaban kita lemah. Lihat misalnya, ketika sastrawan kita menerima berita seorang penulis A dari negeri X memenangkan nobel tahun ini, mereka langsung takjub, kagum, mereka tak sedikitpun mengerenyitkan dahi, mengangkat alis, dan memeriksa apakah semua klaim dan argumen yang diberikan bagi kemenangan itu tepat atau tidak. Mengapa? Karena mereka tak tahu bagaimana mengetahui kualitas suatu produk sastra, mengetahui kualitas argumen, mengetahui kualitas makna. Apa artinya? KERBAU DICOCOK HIDUNG BELAKA. Jika kita memiliki KETAHANAN SASTRA, berbagai KLAIM, berbagai POLITIK PENGANGKATAN yang tak tepat, siapapun yang melakukannya, TAK AKAN BERPENGARUH, TAK MUNGKIN BERPENGARUH." (Nuruddin Asyhadie)

Intimidasi

Saya tidak percaya hal seperti ini bisa dikatakan orang Indonesia, apalagi purnawirawan mantan pejabat intelijen, meski dia kini Presiden Direktur Freeport Indonesia. Dia kedengaran mengancam jika kontrak Freeport tak diperpanjang: nasib karyawan otomatis terabaikan; kerusakan lingkungan Papua; keresahan sosial dan konflik antar suku; hubungan buruk diplomasi Indonesia-Amerika. ‪#‎duh‬ (Farid Gaban)

Helmi Azhari

ZIARAH ke makam almarhum Helmi Azhari di Lhokseumawe. Ia salah satu dari 40 kontributor acehkita.com di masa Darurat Militer (2003-2005).

Jebakan Freeport

Sidang majelis etik parlemen (MKD) membuka kedok ketamakan dan inkompetensi para elit pejabat Indonesia. Sidang spt ini harus sering dilakukan; dan semestinya dilakukan sejak dulu. Sidang spt ini membuat kita mual dan muak semuak-muaknya. Dan itu bagus.... asal solusinya bukan ini: "karena pejabat kita korup dan inkompeten maka sumber daya alam kita sebaiknya tetap dikelola orang asing dan swasta kapitalis-kroni". ‪#‎eh‬ (Farid Gaban)

Tragedi-Komedi Freeport

Tak mau menelan kabut asap kontroversi Sudirman Said, Setyo Novanto dan Luhut Panjaitan dalam kasus Freeport, saya hanya akan menunggu akhir (ending) drama ini. Apakah kontrak Freeport akhirnya diperpanjang? Semoga tidak. Apakah ada mekanisme rakyat Papua bisa lebih berdaulat memanfaatkan kekayaan alam mereka secara berkelanjutan? Semoga ada.