Makian Saut Situmorang muncul karena Fatin Hamama, sebagai orang dekat Denny JA, melakukan kerja-kerja manipulatif untuk membangun relasi-kuasa Denny JA dalam 'genre puisi esei' yang diklaimnya 'memperbarui' tradisi sastra Indonesia, misalnya orang-orang dirayu dan diiming-imingi dibayar asalkan mau meresensi buku "33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh" yang diproduseri oleh Deny JA dan kawan-kawannya. Dalam konteks inilah makian muncul, selain fakta bahwa FH terus-menerus membela upaya manipulatif Denny di forum-forum diskusi yang membahas 'puisi esei' ataupun buku "33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh".
Dalam konteks manipulasi inilah, selain konteks bahwa FH terus-menerus menolak mengakui bahwa dia adalah bagian dari manipulasi sejarah dan proses pembangunan relasi-kuasa Denny JA, makian 'bajingan' dan 'penipu' itu keluar.
Mungkin ada yang berpendapat makian itu tidak perlu karena dianggap tidak substansial. Tapi mungkin, buat Saut dan kawan-kawan lain yang setuju, makian dalam konteks melawan penipu dan manipulator adalah suatu hal yang perlu.
Ibarat kawan-kawan di Bali, di sejumlah aksi demonstrasi, melawan reklamasi Teluk Benoa oleh Tomy Winata dengan syarat 'tidak boleh ada spanduk umpatan' yang berbeda dengan petani-petani di Kulon Progo, misalnya, yang merasa perlu mengatakan bahwa Sultan, sang pemilik tambang pasir besi, adalah, mengutip seruan-seruan para petani di acara-acara mereka, 'Rasulnya Setan'. Ini dapat diibaratkan juga dengan aksi massa PKL Malioboro di titik nol baru-baru ini di Jogja yang sempat juga mengeluarkan umpatan kata 'ASU' saat mereka berunjuk rasa. Bagi mereka, dan saya sepakat, umpatan dan makian terhadap entitas yang dipandang menindas adalah sebuah perlawanan verbal yang membebaskan di tengah munafiknya basa-basi yang mereka identifikasi sebagai milik penguasa.
Seperti Denny JA/Fatin Hamama bisa mengkriminalkan penghujatnya, yaitu Saut, penguasa juga bisa mengkriminalkan petani-petani Kulon Progo atau PKL Malioboro karena umpatan mereka, dan memang sudah ada upaya kriminalisasi terhadap beberapa petani Kulonprogo karena umpatan mereka.
Makian, atau secara umum dapat dikategorikan sebagai salah satu gaya ungkapan, bisa juga dimaknai substansial dalam perlawanan, dan bagi orang yang sepakat dengan ini, Saut atau petani KP atau PKL Malioboro mungkin bukanlah martir, melainkan orang yang mau maju dan memaki lebih dulu.
(Albertus Prasetyo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar