Ada dua nalar paradoks yang membuat konsep pembangunan waduk atau bendungan besar sudah ditinggalkan di banyak negara (Amerika membongkar 850 waduk dalam 20 tahun terakhir).
Bahkan Bank Dunia sudah berhenti memberi utangan untuk proyek waduk sejak era 1990-an.
PARADOKS 1. Waduk dibangun untuk mengairi areal pertanian dengan menenggelamkan areal pertanian yang sudah terbukti produktif.
Dalam kasus Jatigede, diklaim akan mengairi 90.000 Ha, dengan mengorbankan produksi padi 80.000 ton per tahun. Itu belum menguji apakah benar sawah-sawah di kawasan Indramayu atau Majalengka yang hendak dialiri belum terkonversi menjadi daerah industri atau perumahan.
PARADOKS 2. Petani yang sawahnya telah tenggelam, tak akan turun ke hilir untuk menjadi nelayan. Mereka akan tetap bertani dan naik ke hulu mencari lahan. Hutan akan dibuka, sedimentasi terjadi, debit air menurun, dan tinggal menunggu waktu, waduknya pun kering.
(Tak heran bila ada yang meramalkan umur Jatigede hanya 25 tahun. Sementara kontroversinya 31 tahun. Terhitung sejak rezim Soeharto membeli tanah rakyat hanya Rp560 per meter dengan membawa tentara, saat harga pasarannya Rp2.100 per meter.)
(Dandhy Dwi Laksono)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar