Dalam beberapa bulan terakhir ini Komisi Penyiaran Indonesia Pusat dan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) mempublikasikan riset berseri tentang indeks kualitas siaran televisi. Di dalamnya memuat angka-angka yang dimaksudkan sebagai mutu suatu tayangan. Tentu, ketika pertama membacanya saya heran bagaimana cara memahami hasil riset ini--karena tak bisa dipahami!
Meski begitu, pemberitaan terhadap kajian ini cukup masif di beberapa media, yang menjadikan agenda pembicaraan di beberapa kalangan, termasuk Presiden Jokowi. Dalam banyak pemberitaan tersebut, tidak ada yang mempertanyakan bagaimana kajian tersebut dikerjakan. Hal ini mungkin bisa mencerminkan dua hal:
(1) Wartawan cuma pelapor, bukan melakukan jurnalisme, yang di dalamnya ada disiplin verifikasi dan analisis (verifikasi tentu bukan sekadar memastikan apa yang dikatakan, tapi juga termasuk memastikan apa yang dikatakan narasumber bisa diobjektivikasi)
(2) Muatan televisi adalah keluhan bersama yang bikin frustrasi. Sehingga, suara apapun yang terkesan kredibel dalam mengkritik TV, langsung dapat panggung dan keprok-keprok.
Tulisan berikut adalah kritik Muhamad Heychael atas metode penelitian dalam laporan tersebut. (Survei KPI, Cermin yang Buram)
(Roy Thaniago)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar