Kemarin, ketika halaman muka Republika tentang asap jadi viral dan bahasan di media sosial, ada email dari Koran Tempo yang mengabarkan bahwa mulai tanggal 11 Oktober besok, mereka tidak akan menerbitkan lagi koran edisi hari Minggu. Tidak diberi alasan kenapa edisi hari Minggu tidak terbit lagi. Saya menduga karena bisnis cetak tidak lagi menguntungkan, atau pembacanya menurun drastis seperti kecenderungan yang merata dan membesar di berbagai belahan dunia. Tapi bisa juga karena alasan yang lain, wallahu a'lam.
Oh iya, dari respon terhadap halaman muka Republika sendiri bisa diduga karakter pembaca berita di media sosial di Indonesia. Beberapa teman yang langganan koran tersebut cerita bahwa awalnya mereka mengira koran tersebut salah cetak sehingga meminta ganti ketika loper mengirimkan korannya. Reaksi di media sosial sendiri sudah bisa kita lihat. Reaksi yang menarik jika mengingat jarang sekali konten dari sebuah koran jadi pembahasan sedemikian riuh.
Pertanyaan saya, dari sekian banyak yang membagikan dan memuji kover tersebut, berapa persen yang masih membaca koran edisi cetak atau bahkan melanggannya? Saya curiga jumlahnya jauh lebih sedikit, tidak hanya yang membaca Republika tapi juga koran-koran lainnya. Dalam kerangka semacam itu, masuk akal jika dikatakan jumlah pembaca koran semakin lama semakin menurun dan membuat bisnis media cetak tidak menguntungkan lagi (saya belum tahu riset terbaru yang menghitung angka penurunan pembaca dan keuntungan media cetak di Indonesia ini).
Mungkin sebuah koran harus memblur berita-beritanya sampai tidak terbaca jika ia ingin dibaca dan menjadi perhatian.
(Wisnu Prasetya Utomo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar