Pada sebuah posting sebelum ini, saya pernah berkisah pengalaman pertama kali bersengketa dengan aparat negara Orde Baru, gara-gara mengundang penyair dan dramawan Rendra (1976).
Kini kisah yang bersangkut – secara kebetulan -- dengan pengalaman saya pertama kali diinterogasi Kepolisian dalam sebuah kasus pidana yang mengancam beberapa sahabat sebagai tersangka di jaman Orde Baru.
Tapi yang ingin saya ceritakan di bawah ini bukan tentang interogasinya sendiri. Melainkan sebuah kisah lain yang berkelindan pada malam sebelumnya. Demi melindungi pribadi yang bersangkutan, saya tidak menyebut nama-nama orang yang terlibat.
***
Suatu hari seorang kawan diperiksa polisi dalam sebuah kasus pidana, menyangkut penghinaan terhadap kepala negara. Kalau tidak salah ingat hukuman maksimalnya 5 tahun penjara. Dalam pemeriksaan ia menyebut-nyebut nama saya.
Maka tidak lama setelah interogasi itu berakhir, para sahabat sudah mengingatkan saya agar siap-siap dipanggil pihak polisi untuk “dimintai keterangan”. Polisi pasti melanjutkan penyidikan kasus sebelum diajukan ke Kejaksaan, dengan menginterogasi saya. Bisa jadi status saya sebagai saksi. Bisa juga tersangka.
Seharian itu saya tunggu-tunggu kedatangan pihak polisi dengan agak gelisah. Maklum, ini pengalaman pertama. Tetapi yang ditunggu tak kunjung datang. Malamnya, setelah makan malam, saya tutup tirai jendela di depan rumah. Lampu ruang tamu saya matikan lebih awal. Artinya, rumah ini sudah tidak mau menerima tamu lagi untuk hari itu.
***
Malam itu suhu udara panas. Saya kesulitan tidur. Menjelang ngantuk hampir membawa saya ke alam mimpi, saya mendengar pintu depan diketuk orang. Sialan! Saya maki-maki dalam hati. Kenapa harus malam-malam begini? Kenapa tidak tadi-tadi? Apakah perlu saya buka pintu? Kan lampu sudah mati, tirai jendela sudah terturup.
Ketukan berlanjut. Akhirnya saya keluar dari kamar tidur dan menuju pintu depan. Saya buka. Astaga!
Yang datang bukan polisi. Tapi seorang tokoh LEKRA yang tulisan-tulisannya sudah lama saya kagumi. Ia datang diantar Arief Budiman yang sudah sering ke rumah saya. Ia datang dari Eropa, pertama kali masuk Indonesia, dengan diam-diam. Dan hanya berani bergerak dari satu kota ke kota lain, dan mengunjungi orang di Indonesia pada malam hari. Ia termasuk dari kelompok yang dikisahkan Leila Chudori dalam novel PULANG.
***
Inilah pertemuan kami pertama kali. Sebuah pertemuan tidak terduga, karena ia tak pernah bilang sebelumnya dalam surat-menyurat dengan saya yang berkisar soal seni dan politik. Kegembiraan saya meluap. Semua kegelisahan sebelumnya lenyap.
Belum 10 menit kami mengobrol. Ada suara sepeda motor datang masuk ke halaman rumah. Kali ini yang datang benar-benar polisi. Ia membawa surat panggilan untuk saya ke kantor polisi lokal “untuk dimintai keterangan”.
Entah mengapa kedatangan polisi ini menjadi kurang penting bagi saya. Saya masih belum habis terkejut dalam gembira menerima tamu saya dari Eropa. Ironisnya, kini yang jadi tegang dan gelisah adalah tamu dari Eropa, gara-gara kedatangan si polisi!
(Ariel Heryanto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar