Nama Sarwo Edhie mencuat dalam perannya sebagai tangan kanan Soeharto dalam mengorganisir kekerasan 1965 di bulan-bulan menyusul Gestok. Mertua mantan presiden SBY ini, dalam pengakuannya menjelang meninggal, kabarnya sangat menyesali telah ikut menciduk ayahnya yang seorang pengikut komunis, dan sempat disumpahi sang ayah sebagai anak durhaka. Kekacauan 1965 telah membuat ayah dan anak menjadi musuh satu sama lain.
Tentu Sarwo Edhie tidak sendirian. Penulis penasaran dengan hubungan Sarwo dengan kelompok-kelompok Islam yang juga diorganisirnya. Sedekat apa hubungan Sarwo Edhie dengan kelompok-kelompok Islam? Hal ini akan menjadi tema penelitian sejarah yang penting.
Yang jelas, sejak Oktober 1965 tentara aktif "menjemput bola", mengorganisir kelompok-kelompok Islam dalam aksi pengganyangan. Salah satu rekan Sarwo, Mayjend Basuki Rachmat, misalnya, adalah salah seorang pentolan tentara yang aktif turun ke pesantren-pesantren di Jawa Timur untuk mengorganisir para kiai. Tidak ada yang luput diorganisir. Kekerasan 1965 jelas bukan aksi spontan massa di bawah, tetapi suatu aksi politik yang secara sistematis dikomandoi oleh militer (AD), dengan memanfaatkan kekuatan-kekuatan Islam salah satunya.
(Muhammad Al-Fayyadl)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar