Jumat, 06 Februari 2015

Frustrasi

Dua orang yg saya segani dan hormati, Pak Ahmad Syafii Maarif dan Mas Imam B. Prasodjo, mengungkapkan pernyataan yg bikin miris menyangkut kisruh politik akhir-akhir ini. Seperti sudah putus harapan akan masa depan negeri ini. Saya justru melihat lebih optimistik: inilah peluang bagi para cerdik cendekia, profesor dan doktor, politisi dan aktivis, untuk merenungkan, merumuskan serta membangun konsensus baru menuju perubahan lebih radikal dalam kita bernegara: dalam politik, hukum, ekonomi, budaya-sosial. (Farid Gaban)

Kamis, 05 Februari 2015

Konstitusi

Konstitusi kita secara sengaja mengarahkan sistem ekonomi kita pada jurusan tertentu, jadi bukan diserahkan pada dinamika sosial secara bebas. Atau, meminjam bahasa Ismail Suny pada 1965, "Konstitusi kita membebani kita dengan sistem ekonomi tertentu bagi kita, ialah suatu sistem ekonomi Pancasila." Itu sebabnya hubungan antara ekonomi dengan hukum mestinya sangat erat, dimana di Indonesia para yuris harusnya belajar ekonomi, dan para ekonom juga belajar hukum. Demikian hasil mengaji petang ini. (Tarli Nugroho)

Bung Karno

Membayangkan Puan Maharani membaca buku-buku kakeknya: Indonesia Menggugat; Sarinah; Di Bawah Bendera Revolusi. (Farid Gaban)

UMMAT

Setelah Majalah EDITOR dibredel pada 1994, meskipun kemudian hadir Majalah TIRAS, namun saya selalu merasa bahwa "pengganti" yang sesungguhnya dari majalah tersebut adalah Majalah UMMAT, yang terbit menjelang peringatan 50 Tahun Indonesia Merdeka. Selain topik-topik laporannya yang memikat, UMMAT juga di-make up dengan tata letak yang menarik, beda dengan majalah-majalah berita lain pada masanya. Sayang, majalah yang dimodali para pengusaha dari Solo ini tak berumur panjang. Sesudah Reformasi, majalah ini berhenti terbit. Salah satu edisi UMMAT ini mengangkat isu agraria sebagai laporan utamanya. (Tarli Nugroho)

Reformasi Kepolisian

meskipun sudah dipisahkan dari angkatan bersenjata, kekuasaan kepolisian tetap tumbuh sebagai suatu 'kerajaan bisnis dan politik keamanan' tersendiri. reformasi kepolisian gagal total. sebab utamanya karena tidak memisah-misah tupoksi untuk urusan penegakan hukum dan penanganan kriminalitas, urusan perizinan dan perpajakan, urusan lalu lintas (transportasi), serta urusan keamanan dan ketertiban umum. mengandahkan 'kerajaan' tersebut dalam satu kementerian hanya menggeser persoalan dari satu tempat ke tempat lainnya... (Harry Wibowo)

Rabun Jauh

Untuk memperkuat citra anti-korupsi pada Pemerintahan Jokowi, banyak orang mendukung KPK dilibatkan dalam seleksi kabinet; memberi "rapor" para calon menteri. Sepertinya masuk akal dan mulia. Tapi, itu preseden buruk bagaimana KPK diseret masuk ke dalam urusan politik. Kasus Budi Gunawan hanya kelanjutan logis dari itu, dengan ending menyedihkan: lunturnya kredibilitas KPK. (Farid Gaban)

Tipis

Batas dari 'tak mau mengintervensi hukum' dan 'tak sanggup memikul beban kepemimpinan' itu sangat tipis, setipis selisih huruf antara 'dalil' dengan 'dalih'. (Tarli Nugroho)

Anakronisme

Teuku Umar berkomplot dengan Trunojoyo merangsek Rasuna Said. ‪#‎eh‬

Hidup

“Hidup (itu) sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat hanya tafsirannya." -- Pramoedya Ananta Toer (Rumah Kaca)

Rabu, 04 Februari 2015

Satu Abad Mochammad Tauchid

Bulan depan, bertempat di Koperasi Mangunwati, Tasikmalaya, akan digelar peringatan “Satu Abad Mochammad Tauchid”. Pak Tauchid adalah mantan Ketua Majelis Luhur Taman Siswa, bekas sekretaris pribadi Ki Hadjar Dewantara, pendiri BTI (Barisan Tani Indonesia) dan GTI (Gerakan Tani Indonesia), dan merupakan salah satu tokoh PSI (Partai Sosialis Indonesia) yang terkemuka. Berikut adalah cuplikan makalah M. Dawam Rahardjo, “Mochammad Tauchid dan Filsafat Agraria Indonesia”, untuk diskusi mengenai pemikiran Pak Tauchid yang akan dihelat akhir bulan ini di Yogyakarta.