Matamu adalah hutan hutan nenek moyang yang ditebang jadi perkebunan sawit dan pabrik pupuk kertas
Matamu adalah gunung gunung suci keramat yang dicincang jadi emas dan tembaga
Matamu adalah lahan lahan subur gembur yang dicuri jadi pabrik pabrik semen
Matamu adalah danau biru berkabut yang disulap jadi tempat pembuangan kotoran babi raksasa
Matamu adalah kampung kampung damai tenteram yang dikutuk jadi hotel hotel bernama asing
Matamu adalah banjir dan kemacetan lalulintas yang tak henti menghantui pagi dan malammu
Matamu adalah anak anak yang menangis kelaparan tak punya uang untuk beli beras dan garam impor
Matamu adalah tangki gas yang meledak di dapur waktu kau dan istrimu bersenggama
Matamu adalah harga BBM yang terus naik tiap kali kau kendarai sepedamotor kreditanmu ke tempat kerja
Matamu adalah acara acara televisi yang menayangkan gaya hidup orang orang kaya termasuk waktu mereka shopping ke luar negeri
Matamu adalah para anggota DPR yang mengeluh gaji mereka terlalu rendah sementara mereka mengendarai mercedes keluaran terbaru
Matamu adalah polisi yang menembaki para mahasiswa yang sedang demo sambil memaki mereka anarkis dan teroris
Matamu adalah preman preman berjubah memukuli mahasiswa yang sedang diskusi buku sambil memaki mereka Komunis
Matamu adalah sang Presiden yang tak henti bilang “Bukan Urusan Saya”
Matamu adalah media massa yang membuatmu memilih presiden itu
Matamu adalah sang Penyair yang dilaporkan ke polisi dengan tuduhan “pencemaran nama baik dan kekerasan seksual verbal” di Facebook
Matamu adalah nenek tua yang dipenjarakan karena mau memakai ranting kayu dari halaman rumahnya sendiri untuk kayu api
Matamu adalah pejabat negara yang tersenyum di televisi waktu ditangkap karena korupsi
Matamu adalah suku suku rimba nomaden yang dipaksa negara untuk tinggal di kampung dan jadi beradab
Matamu adalah supermall dan supermarket yang menjamur menggantikan pasar pasar tradisional di seluruh negerimu yang miskin
Matamu adalah orang miskin yang ditolak rumah sakit di seluruh negerimu
Matamu adalah mata jutaan orang miskin yang marah dan tak tahan lagi menanggung semua ini menunggu meledaknya revolusi berdarah seperti sebuah gunung api yang lama mati
Matamu ada di mana mana
Jogjakarta 2015
Saut Situmorang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar