Kurang dari 24 jam setelah terjadi pembunuhan jenderal-jenderal Angkatan Darat, seluruh penerbitan pers tanpa izin khusus di Jakarta dilarang terbit alias diberedel. Hanya dua koran yang diijinkan untuk tetap terbit: Berita Yudha dan Angkatan Bersenjata. Pelarangan ini kemudian dilakukan di seluruh daerah di Indonesia dan menyasar media-media kiri atau yang berafiliasi dengan PKI.
Dalam catatan Tribuana Said (1988), di bulan-bulan awal pasca peristiwa tersebut, sekurangnya 46 penerbitan pers dilarang terbit (total saat itu ada 163 penerbitan pers), lebih dari 373 wartawan dipecat dari keanggotannya di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan dipenjara. Pembabatan koran-koran kiri (dan yang dianggap kiri) tersebut memiliki dampak yang luar biasa, bahkan berjejak hingga hari ini.
Dalam konteks yang lebih luas, pembabatan koran-koran kiri menjadi salah satu penanda senjakala jurnalisme politis (media dengan afiliasi ideologis/politik) di Indonesia. Ia sekaligus menjadi awal kelahiran modal dalam industri media.
(Wisnu Prasetya Utomo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar