Mereka bukan pengamen. Saat pasar terapung Lok Baintan (Kalimantan Selatan) sedang sibuk pagi itu, dari balik kabut, terdengar keroncong "Bengawan Solo".
Tak jadi soal. Meski ini adalah bengawan (sungai) Martapura, anak sungai Barito. Toh, para pedagang menikmatinya. Bahkan, usai satu tembang, seorang ibu penjual jeruk dan pisang, berteriak dari kejauhan:
"Stasiun Solo Balapan!"
Para musisi ini saling lempar pandang sejenak, lalu lagu yang dipopulerkan Didi Kempot itu pun mengalun mengiringi kabut yang perlahan mulai ditembus hangat sinar mentari.
"Kami tidak mengamen. Kami memang ingin bermain musik di pasar terapung. Sekaligus menghibur," ujar peniup flute.
Para pemuda asal Jawa Timur ini memang tidak menerima bayaran. Mereka juga bukan bagian dari musisi yang dikontrak Dinas Parawisata untuk menghibur turis. Mereka benar-benar ingin bermain musik di sungai Martapura.
"Jadi sedang ada kontrak bermain di salah satu cafe di sini, lalu Anda beramal menyanyi gratis untuk ibu-ibu ini?" pancing kami, yang ternyata tak meleset.
Request demi request diteriakkan dari ketinting atau sampan-sampan.
"Sakitnya 'Tuh di Sini!"
Tawa meledak. Tepuk tangan terdengar. Tak ada tongkang batu bara yang lewat. Yang ada hanya jeruk, pisang, jajan pasar, kopi, dan Kerontjong Lentera, yang muncul dari balik kabut asap.
(Ekspedisi Indonesia Biru)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar