Presiden menolak kereta cepat. Lalu diselamati sebagai presiden pemberani, yang tegas menolak lobi Cina dan Jepang. Hebat sekali kesannya.
Sesudahnya, presiden menyangkal, "Siapa bilang proyek kereta cepat batal?!" ujarnya. Para pemberi selamat biasanya pura-pura mengabaikannya.
Ujungnya, sesuai dugaan yang telah berkembang sebelumnya, proyek kereta tetap jalan, pada pilihan skenario yang bahkan paling buruk. Orang-orang yang tadinya memberi selamatpun segera cari isu lain, seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa.
Begitulah siklus pemujaan dan penyangkalan yang kita tonton setahun terakhir ini.
Mulai dari drama mafia migas, Kapolri, Kabareskrim, KPK, roket ekonomi, dan kini Freeport, kita sebenarnya sedang berhadapan dengan siklus drama yang sama: presiden tuna kuasa yang bahkan tak sanggup menjamin kata-kata paling sederhana yang diucapkannya sendiri.
(Tarli Nugroho)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar