Satu lagi danau yang kami singgahi dan terancam "punah". Sebelumnya melihat danau (Ranu) Pani di Lumajang (Jatim) yang mengalami pendangkalan dan Galela (Halmahera) yang diserang eceng gondok.
Badan Lingkungan Hidup Riset dan Teknologi (Balihristi) Gorontal meramalkan danau ini akan hilang pada 2025 akibat pendangkalan, eceng gondok, dan ekspansi lahan.
Dari data yang dirilis di Mongabay, pada 1932, luas danau Limboto 8.000 hektare dengan kedalaman 30 meter. Empat puluh tahun kemudian, luas dan dalamnya tinggal nyaris separuhnya.
Tahun 2012, luasnya hanya 2.500 hektare dengan kedalaman antara 1,8 sampai 2,5 meter. Itu belum termasuk tutupan eceng gondok yang mencapai 30-40 persen.
Turunnya kualitas hutan, perladangan di lahan miring tanpa penahan, dan konversi lahan untuk permukiman adalah penyebab utama pengendapan dan pendangkalan Limboto.
Padahal danau ini adalah aset penting secara ekonomi dan ekologi bagi masyarakat dan ekosistem. Danau ini menjadi sumber perikanan baik budidaya maupun tangkap, bagi nelayan setempat.
Limboto juga penampung aliran lima sungai besar dan 23 sungai kecil. Bila danau ini tumpas, Kota Gorontalo dan Limboto akan direndam banjir.
Degradasi lingkungan adalah ongkos yang jarang diperhitungkan dalam banyak konsep pembangunan (publik) maupun investasi swasta (privat).
Lebih runyam, ketika upaya penyelamatan danau hanya menjadi pekerjaan (proyek) ad hoc (sementara dan parsial) tanpa mengubah desain besar konsep pembangunan atau tata ruangnya.
Ekspedisi Indonesia Biru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar