Dulu Sumitro Djojohadikusumo menyebut FE-UI sebagai "Jakarta School of Economics (JSE)". Sebagai pentolan Partai Sosialis Indonesia (PSI), dia memang sangat terobsesi oleh London School of Economics (LSE), yang didirikan oleh Fabian Society, sebuah perkumpulan kaum sosialis di Inggris. Itu sebabnya dulu Sumitro menginginkan agar para muridnya, yaitu ekonom generasi Widjojo Nitisastro dan kawan-kawan, untuk belajar ke LSE. Sayangnya, sejarah mengalir tak sebagaimana yang dikehendakinya.
Sebenarnya sangat menarik seandainya Sumitro dulu sanggup merealisasikan obsesinya membangun sekolah ekonomi berhaluan sosialis di Indonesia. Jika itu terjadi, ditambah keberhasilan anak-anaknya kini dalam membesarkan partai politik, kita tentu bisa membayangkan bahwa akan terjadi sinergi strategis antara perguruan tinggi yang merawat gagasan ekonomi Sumitro dengan partai politik yang didirikan oleh penerusnya tersebut.
Jika kita tengok ke belakang, sesudah era PKI dulu memang tidak ada lagi partai politik yang punya dan membangun perguruan tinggi sendiri sebagai basis kaderisasi intelektual sekaligus sebagai produsen gagasan yang kemudian dijadikan agenda partai. Kita mungkin punya harapan lebih baik, entah di area politik maupun pendidikan, seandainya bisa muncul aliansi semacam itu.
Siang ini, menemukan di lemari kantor buku Lord Dahrendorf yang menulis sejarah LSE ini, saya tiba-tiba teringat obrolan delapan mata tiga tahun lalu dengan seorang sesepuh, seorang kawan alumni LSE, dan seorang lelaki ramah yang selalu menyunggingkan senyum, tentang "pepesan kosong" semacam itu.
Jika ide punya kaki, seperti pernah diomongkan Soedjatmoko dulu, sebelum bisa berjalan atau berlari, setiap ide mungkin memang harus belajar merangkak dulu.
(Tarli Nugroho)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar