Peringatan 50 tahun terorisme Negara Orde Baru belum lama ini telah disambut dengan berbagai ulasan, analisa dan kutukan, terutama atas pembantaian besar-besar dalam setengah tahun pertama sejak 1 Oktober 1965. Terorisme ini berlangsung terus selama tiga dekade kekuasaan Orde Baru, dan warisannya masih belum padam hingga hari ini.
Tetapi keliru jika awetnya kekuasaan Orde Baru dipahami semata-mata berdasarkan tindakan penindasan dan kekerasan. Justru sebaliknya, terorisme negara itu berhasil gemilang karena dikemas dalam bentuk kombinasi antara penindasan yang kejam dan kekuatan yang positif dan lunak, bahkan manis, baik secara material (pertumbuhan ekonomi dan industri) mau pun mental, ideologi dan praktek berbahasa (“pembangunan”). Kegagalan memahami kekuatan Orde Baru bisa berbuah kesulitan melawan dan mengatasinya.
Untuk mencoba memahami kekuatan lunak Orde Baru itu, 30 tahun lalu saya pernah membuat sebuah tulisan berbahasa Indonesia “‘Pembangunan’ dan Pembangunan”. Sayang, naskah tulisan itu belum saya temukan kembali. Untungnya, tulisan itu pernah diterjemahakan oleh Prof Nancy Lutz dan diterbitkan jurnal Indonesia (Cornell University) tahun 1988, klik di sini.
Gagasan awal dari artikel itu saya teliti secara lebih mendalam dalam tahun-tahun berikutnya. Hasilnya sebuh buku kecil dan buku pertama berbahasa Inggris yang saya terbitkan di luar Indonesia. Judulnya Language of development and development of language: the case of Indonesia (Canberra: Pacific Linguistics, The Australian National University, 1995). Bagi yang berminat, saya sediakan Bab 2 yang memuat pemikiran paling mendasar dari buku itu, klik di sini.
Ariel Heryanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar