Akhir Januari 2017. Dalam suatu pelatihan bela negara angkatan pertama di sebuah fasilitas Rindam, satu pleton warga sipil yang potongan badannya compang-camping dan wajahnya tak simetris, berdiri kaku dalam posisi tegak. Satu-satunya yang terlihat rapi adalah seragam dan potongan rambutnya yang cepak.
Sudah tiga pekan mereka latihan fisik, belajar baris berbaris dan sedikit bela diri militer.
Menu pelatihan hari itu adalah: Teknik Intersepsi dan Sabotase, Teknik Teror Teritorial, Metode Pengumpulan Informasi Intelijen Tempur, dan Pertempuran Jarak Dekat.
Para instruktur pun telah berjajar dan dikenalkan satu per satu, lengkap dengan "brevet" nya.
"Saya Serka Anu. Instruktur Anda dalam Teknik Intersepsi dan Sabotase. Pengalaman, membobol penjara Cebongan Yogya dan melumpuhkan para sipir."
"Selamat pagi!" sapa instruktur berikutnya.
"Pagi!" jawab pleton lantang dan serempak.
"Saya Kapten Anu. Instruktur Teknik Teror Teritorial. Pengalaman, menghadapi petani dan warga Rumpin, Bogor"
"Saya Letnan Anu, asisten instruktur Kapten Anu. Pengalaman, menghadapi warga dan petani di Alas Tlogo, Pasuruan"
"Baik," sambung instruktur yang terlihat paling senior, "Anda tak perlu tahu nama dan pangkat saya. Saya bahkan tidak ada di sini. Saya akan mengajari Anda Metode Pengumpulan Informasi Intelijen Tempur. Pengalaman, menculik mahasiswa dan aktivis 1997/1998".
Kini giliran instruktur terakhir.
"Selamat, pagi!"
"Pagi"!
"Saya Sersan Anu. Instruktur Anda untuk Teknik Pertempuran Jarak Dekat. Pengalaman, eksekutor tim Serka Anu di Cebongan. Sekian!"
(Dandhy Dwi Laksono)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar