Saya sudah sebisa mungkin berusaha untuk menghindar membawa buku ke Batavia, meski barang satu atau dua eksemplar. Untungnya, sejauh ini kebutuhan pustaka untuk menyelesaikan semua pekerjaan seluruhnya bisa disubstitusi oleh perpustakaan.
Bukan apa-apa, saya hanya tak bisa membayangkan jika kamar saya yang kecil di Batavia juga harus dijejali buku. Pasti tak akan nyaman. Lima belas buku yang saya pinjam dari perpustakaan saja bahkan sudah membuat meja kerja di kamar tak lagi bisa digunakan untuk menulis.
Namun, saat ada acara di Yogya pekan lalu, saya tak bisa menahan godaan untuk membawa serta Si Mimin. Saya sudah menyimpannya sejak duduk di bangku kelas empat sekolah dasar. Entah kenapa, sewaku melihatnya teronggok di lemari belakang, tiba-tiba saja saya jadi rindu dan ingin membawanya ke Batavia.
Akhirnya inilah Si Mimin. Sayangnya, sejak dulupun koleksi ini tak pernah lengkap.
Saya sengaja memajangnya untuk membuat iri kawan saya, Tuan Andi Hakim, yang tempo hari pernah meminta saya untuk mendigitalisasi serial ini.
Kapan-kapan ya, Tuan Andi.
(Tarli Nugroho)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar