Sabtu, 14 November 2015

Intata

Pulau kecil di seberang Kakorotan, pusat acara Mane'e, upacara tradisional tahunan di Talaud. Tsunami besar pd 1920-an memisahkannya dr Pulau Kakorotan, mengubur kerajaan kuno di situ. Intata kini dikepung karang dangkal dan padang lamun tempat ikan putri duyung (dugong) menari-mari.

Adat

Ratu Manua, pemimpin adat Talaud di Kakorotan, yg berdoa dan memberkati kami sebelum menyelam. Wisata bahari yg berbasis masyarakat tidak semata komersial; tapi juga menghormati budaya dan dimensi spiritual lokal. Tak semua bisa dilakukan. Model ecotourism spt ini mungkin tidak efisien; tapi itu yg menjamin bisa lestari.

Tempat Kami

Hanya orang-orang tulus dan berani yang bisa sampai ke tempat kami. Tentu dengan restu bumi. (Andre Barahamin)

Karang Talaud

Menyelam di Kakorotan-Marampit, Talaud. Karang di Kepulauan Talaud umumnya dangkal, 5-15 m, diselingi pasir putih dan padang lamun. Karena airnya jernih, snorkelling kadang sudah cukup utk menikmati keindahannya. (Foto-foto oleh Farid Gaban)

Kreatif

Anak2 di pulau terpencil punya cara sendiri membuat alat selam. Masker dr kayu; kaki katak (fin) dr potongan pipa pralon yg diratakan. Mereka menyelam tanpa tabung oksigen sampai lima meter. Menangkap sotong atau lobster. (Foto-foto oleh Farid Gaban)

Miangas Bawah Air

Foto-foto oleh Farid Gaban.

Sang Konseptor Angkat Bicara

Nah ini dia salah satu konseptor UU 26/2000 ttg Pengadilan HaM yang sedemikan rupa sehingga mengacaukan logika elementer perbedaan antara "rezim (hukum) HaM" dan "rezim (hukum) pidana" dalam UU tersebut dengan maksud, salah satumya, menghindari kemungkinan pengadilan internasional kejahatan serius dalam pembumihangusan Timor Timur pasça Jajak Pendapat, awal September 1999.

Pantai Mangaran

Pantai Mangaran, Pulau Kabaruan, Talaud. (Farid Gaban)

Bandara Miangas

Bandara Pulau Miangas, pulau Indonesia paling utara, berbatasan dg Filipina. Mulai dibangun 2013. Landas pacu sudah hampir jadi, 1.400 m. Bangunan terminal dan apron belum dibuat. (Foto-foto oleh Farid Gaban)

Mogok Nasional 2015


Mengapa Saya Tidak Memasang Bendera Perancis di Profil FB

Tidak ada alasan apa pun untuk membenarkan kebiadaban yang baru saja terjadi di Paris.

“Waspadalah, Kalian Diadu-Domba”

Hari ini saya jadi ingat sebuah peristiwa lama yang punya relevansi awet, berpuluh tahun kemudian. Ingatan ini dipicu oleh diskusi belakangan di seputar peringatan 50 tahun pembunuhan 1965, dan debat soal International People’s Tribunal di Den Haag.

LS

Mulai dari soal yang 'politis' sampai psikologis-moralistik, koq pada berasionalisasi tentang kelakuan LS? Bagi saya pertanyaan yang releven dalam konteks "Holocaust 1965-66 and aftermath" adalah "untuk tujuan atau maksud/niat apakah LS melakukan penyiksaan* keji tersebut"?