Tampilkan postingan dengan label Maulida Sri Handayani. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Maulida Sri Handayani. Tampilkan semua postingan

Kamis, 03 Desember 2015

Senyum Ali Munir

Seharusnya sore itu ia bersantai setelah seharian lelah bekerja di kebun kelapa miliknya. Tapi tak berapa lama ia rehat, lantai yang dipijaknya bergoyang hebat. Atap runtuh menimpa seluruh anggota keluarga yang ada di rumahnya.

Jumat, 27 November 2015

How Much is Enough?

Argumen-argumen ekonomisme dalam tarik-tarikan antara buruh dengan pengusaha yang saya baca cukup menarik dan mencerahkan. Intinya, interest/kepentingan pengusaha adalah mendapat laba, dan kepentingan itu terancam dengan naiknya pengeluaran untuk belanja tenaga kerja saat buruh menuntut upah naik.

Minggu, 22 November 2015

Urusan Terorisme

Kita tak bisa mereduksi urusan terorisme menjadi sekadar perkara radikalisme. Namun juga tak bisa hanya menganggapnya melulu sebagai urusan geopolitik. ISIS terjadi karena kedua hal itu, dan tak mungkin ada tanpa salah satunya. Sarjana-sarjana studi agama, kebudayaan, mungkin akan lebih fokus pada urusan pertama. Sedangkan peminat politik dan hubungan internasional akan menitikberatkan yang kedua. Tapi mau pilih yang manapun, juga jika mau menelaah kedua-duanya, yang penting kita tak lupa sarapan. (Maulida Sri Handayani)

Selasa, 17 November 2015

Depresi

Seorang dosen senior, profesor di salah satu jurusan terfavorit di kampus saya (Unpar)--menurut cerita teman yang jadi bimbingannya--mengalami depresi semacam ini waktu ikut program PhD di Cambridge. Baru menyentuh keyboard untuk mengetik, dia muntah-muntah. Amat buruk, sampai ia selalu berpikir untuk berhenti. Akhirnya untungnya lulus sih. Itu makanya saya mikir-mikir untuk nerusin sekolah meski ada beberapa yang membesarkan hati. Lah ini aja gak selesai-selesai kok. Ikut program PhD, terutama di luar Indonesia, tampaknya benar-benar mesti siap hidup hanya buat sekolah. Gimana dong, dunia begitu indah buat dilewatkan. (Maulida Sri Handayani)

Kamis, 12 November 2015

Pascakolonialisme

Terlalu banyak orang yang mabuk dengan pascakolonialisme (Said). Apa-apa disebut sebagai orientalisme. Akhirnya sulit menempatkan sesuatu secara obyektif, sebab belum apa-apa fenomena ditangkap dengan radar tafsir curiga [kalau baru dengar, ini bukan istilah karangan saya ya, cek Ricoeur]. Belum apa-apa, kita memposisikan diri sebagai si timur menghadapi si barat. Belum apa-apa, kita menempatkan "mereka sebagai penjajah" dan "kita sebagai terjajah". Padahal, kondisi pascakolonial Indonesia sungguh tak biasa. Apakah kita akan tetap memaksa membaca dengan pisau pascakolonialisme sehubungan Nanggroe Aceh, Timor Leste, dan Papua? (Maulida Sri Handayani)

Minggu, 08 November 2015

Roti Sisir

Tambah susah menemukan roti sisir. Ini pertanda makin menurunnya kualitas kebudayaan kita. (Maulida Sri Handayani)

Senin, 02 November 2015

Kuasa Diri

Sibuk sekali selama ini memikirkan perkara yang tidak dalam kuasa diri, sedangkan hal yang harus disiapkan malah luput.

Minggu, 01 November 2015

Juru Bicara

(Sebuah Syair)

Modernitas adalah...
Sudut pandang orang modern telah membuat mereka....

Senin, 26 Oktober 2015

Sebelum Oktober Berakhir

Seperti terjadi pada tahun-tahun belakangan ini, diskusi tentang PKI mengalami musim panen mulai awal September. September adalah bulannya peristiwa besar mengubah negeri. Namun karena peristiwa itu tepatnya terjadi pada malam 1 Oktober, isu ini pun biasanya akan bertahan hingga Oktober berakhir.

Senin, 12 Oktober 2015

Wajib Militer

Wajib militer hanya masuk akal ketika negara tidak menggaji sekumpulan orang berseragam dan mempersenjatai mereka dengan uang pajak rakyat. Kalau sudah dipajaki yang sebagiannya dipakai menggaji militer, terus harus ikut wajib militer juga, itu namanya TERLALU, Cyuk. (Maulida Sri Handayani)

Selasa, 06 Oktober 2015

Keselamatan Manusia

Sebenarnya kalau sudah mengangkut keselamatan manusia, dan banyak pula, aku gak peduli statusnya bencana nasional kek, apaan kek. Yang jelas itu asap harus dimatikan segera. Urusan menghukum korporat jelas penting, tapi ya matikan asap dulu. Kalau kamu ketemu orang hampir mati sekarat karena ditusuk orang, kamu mau laporin yang nusuk dulu? Aku sih pilih bawa korban ke rumah sakit dulu. (Maulida Sri Handayani)