Kamis, 10 Desember 2015

Struktur dan Infrastruktur

Ketika terjadi booming harga komoditas pada awal 1970-an hingga awal 1980-an, rejeki nomplok (windfall profits) yang diperoleh pemerintah lebih banyak digunakan untuk membangun infrastruktur fisik daripada membangun struktur perekonomian. Ketika akhirnya periode durian runtuh itu berakhir, yang menyudahi berbagai pembangunan infrastruktur skala besar, serta memaksa pemerintah beralih dari model kebijakan etatistik ke deregulasi besar-besaran, soal struktur perekonomian itu lebih tidak diperhatikan lagi.

Puteri Senayan

Ini berita terakhir terkait posisi Puan Maharani di DPR. Hingga berita ini turun, akhir November kemarin, dan sampai hari ini, keanggotaannya belum juga ditarik oleh partainya. Jadi, kini Anda tahu kan kenapa sesudah lebih dari satu tahun nama Puan Maharani belum juga ditarik dari Senayan?!

Tidak Menetes

Motif pembangunan infrastruktur fisik besar adalah pertumbuhan ekonomi. Setelah tumbuh, ekonomi diharapkan menetes ke bawah. Katanya.... Tapi, studi mutakhir ekonom IMF sendiri menyebut "trickle down theory" cuma mitos. [Lihat Kisah Kuda dan Burung Gereja]. Studi World Bank juga menunjukkan trend ketimpangan yg kian parah. Itu semacam "cuci dosa". IMF + World Bank pula yg sebenarnya bertanggungjawab mendiktekan kebijakan ekonomi pro-pertumbuhan selama ini. Pemerintahan Jokowi menerima getah ketimpangan zaman SBY, tapi sayang tak membuat koreksi penting, justru meneruskannya, dg potensi makin parah. (Farid Gaban)

Merah-Putih

Merah-Putih di puncak Gunung Prau, Dataran Tinggi Dieng bagian Wonosobo. Setelah pilkada, dan terpilih bupati baru, apakah Wonosobo bisa lebih baik?

Aceh

Saatnya memutar balik roda dari ujung barat laut Sumatra, ke arah tenggara, menyusuri dataran tinggi Gayo, Tapanuli, hingga pemberhentian selanjutnya di tanah Minang.

Reklamasi

Pulau terpadat di dunia. Tapi orang-orang Bajo melakukan reklamasi dengan bijak: 9 hektare saja dalam 200 tahun.