Sabtu, 31 Oktober 2015

Band of Brothers

Warga Dayak Jalai dan Sekayuq di pedalaman Ketapang, Kalimantan Barat, menanam padi ladang secara bergotong-royong atau dikenal dengan tradisi "menugal". Barisan pertama melubangi tanah dengan tongkat, barisan kedua mengisinya dengan benih padi atau beras ketan.

Developmentalisme

Apa itu pembangunan? Apa itu kemajuan dan kemodernan? Apa itu bedanya kepedulian substantif dan superfisial? (Farid Gaban)

Ekonomi Barter

Ada suku Anak Dalam di Jambi yang hidup nomaden. Ada suku Malind di Papua yang peradabannya meramu (menetap, tapi hidup dari apa yang ada di hutan dan tidak --bukan belum-- mengenal konsep budidaya).

Film dan Kehidupan Nyata

DI FILM "Avatar", kita pasti berpihak pada orang-orang Na'vi yang jangkung dan berkulit biru.

Pertama

Kalau yang pertama berdialog dengan mereka emang kenapa? Masalah buat loe?!.. So what gitu lho?... Mau dicatat di MURI? Soal pencitraan gitu aja dimasalahin. Biasa aja kaleee!? (Harry Wibowo)

Hanif Dhakiri

Foto: Azhar Irfansyah

Memprihatinkan

Mestinya syarat jadi Presiden adalah khatam "Pengantar Antropologi" Profesor Koentjaraningrat. (Dandhy Dwi Laksono)

Gulai Babi

Masyarakat adat Dayak Jalai dan Sekayuq di pedalaman Ketapang, Kalimantan Barat, melakukan syukuran usai acara "menugal" atau menanam padi ladang secara gotong-royong dan bergiliran antar-kampung, menandai datangnya musim hujan.

Tuak Dayak

Berakhir pekan bersama masyarakat adat Dayak Jalai dan Sekayuq di pedalaman Ketapang, Kalimantan Barat.

Pak Wir

Dalam debat capres tahun 2004, yang diikuti oleh lima kandidat, menjawab pertanyaan tentang apa yang akan dilakukan oleh pemerintah terhadap sektor informal di Indonesia, seorang capres mengemukakan jawaban meyakinkan yang selalu saya kenangkan hingga kini.

Dayak

Usat terus meraung dan memegangi hidungnya. Darah segar yang bergumpal-gumpal, deras mengucur seolah air yang dipompa dari puncaknya yang paling dalam. Di depannya berdiri Bantin dengan pongah. Dia anak kandung Usat.

Pak Raden

Waktu kecil, saudara-saudara sepupu dan teman-teman sepermainan memanggil saya Pak Raden. Saya tidak tahu alasannya. Mungkin karena badan saya gempal seperti figur Pak Raden dalam serial Si Unyil, mungkin juga karena alasan lain. Entahlah.

Meminta Orang Rimba Hidup Menetap = Kekerasan Kultural

Dalam kunjungannya menemui perwakilan Orang Rimba di Jambi, Jokowi menginginkan agar hidup mereka tak lagi nomaden. Buat saya, ini adalah bentuk kekerasan kultural. Ini adalah sebuah sikap paradigmatik yang dilatari oleh mentalitas superior terhadap bangsa atau kelompok lain. Akibatnya, pemahaman jenis ini percaya bahwa cara menempuh hidup cuma ada satu, yakni cara hidup "kami", dan itu lebih baik dari cara hidup "kalian", dan sudah seharusnya "kalian hidup seperti kami".

Isu '65

Isu '65 yang gagal diusung menjadi bagian dari Ubud Writers & Readers Festival menyisakan pertanyaan kritis: Pihak panitia terlihat cengeng dan menjual 'eksotika' pelarangan tanpa perlawanan dan usaha yang jelas. Sebelum mendudah pelarangan itu sendiri, mestinya dibedah pola pikir pihak penyelenggara.

Istriku

Setelah mengantar Om Tan di rumahnya, dan Izon di kantor, aku menuju ke rumah dalam keadaan tubuh menggigil. Suasana sore dengan cahaya perak, tak mengubah apa-apa. Aku hampir terjatuh ketika hendak membuka pintu rumahku. Dan sosok perempuan itu, lagi-lagi menyelamatkanku. Istriku.

Reaksioner

Itu aksi transportasi ranmor plat item yang setiap hari bikin macet dan tambah macet jalanan Jakarta; yang kerugian ekonominya (mengkorup jam kerja, pemborosqn BBM, nambah polusi) mencapai lebih 40 trilyun perak/tahun (2010); yang kebisingan suaranya di atas 60dB; yang emisi polutannya bikin sesak napas para pesepeda, dst itu koq nggak dilokalisir, Hok? Asli dah, ente emang cuma mampu bikin kebijakan reaksioner selevel FPI, sejenis antek Rizieq. (Harry Wibowo)

Memojokkan Buruh

Nih, lihat coba bagaimana berita foto tolol bin sontoloyo ini berupaya melegitimasi kekerasan polisi terhadap demonstran buruh. Fotonya jelas-jelas demostran tak bertindak provokatif, tapi polisi menembakkan gas air mata dan water canon. Eh, penekanan dalam keterangannya malah "Polisi terpaksa menembakkan gas air mata karena aksi sudah melewati batas waktu yang disepakati." Ada lagi yang lebih keterlaluan, foto brutalitas polisi yang merusak mobil komando buruh. Tapi keterangannya malah menyebutkan "Pembubaran tersebut merupakan prosedur tetap dari kepolisian yang telah diatur dalam undang-undang." Belum lagi judulnya yang seolah kegirangan dengan terpukul mundurnya demonstran dengan menggunakan kata "kocar-kacir".

Logika Bengkok Jokowi tentang Orang Rimba

Detik menurunkan berita yang berjudul "Jokowi Bangun Rumah untuk Suku Anak Dalam, Berharap Tak Hidup Nomaden" isinya presiden yang sedang menyambangi masyarakat Suku Anak Dalam di Jambi menawarkan rumah dan berharap masyarakat Suku Anak Dalam tidak lagi hidup nomaden atau berpindah-pindah.

Foto

FOTO bersama masyarakat adat emang keren untuk pencitraan, apalagi di zaman sosmed saat ini. Tapi Suku Anak Dalam berhak menentukan nasibnya sendiri, wajib dilindungi oleh negara (c.q. pemerintah) dari ekspansi industri sawit; berhak untuk hidup sebagaimana adat istiadat mereka, termasuk hidup nomaden.