Apakah ruang sosial/publik berarti ruang yang digunakan untuk tujuan-tujuan sosial/publik, atau sekadar ruang yang diisi oleh anggota masyarakat yang disebut khalayak?
Jumat, 25 September 2015
Kritisisme
Fenomena relawan dalam pilpres 2014 memang mengesankan. Kegairahan kelompok2 civil society maupun individu terhadap pencapresan Jokowi atau Prabowo memang menarik. Namun kita mesti ingat pula, bahwa kegairahan civil society terhadap politik elektoral tak boleh berlebihan, dan tak boleh melampaui jadwal elektoral. Sebab, pasca elektoral, demokrasi memerlukan peran lain dari civil society, yakni kritisisme terhadap penguasa. Ini bukan karena penguasanya buruk, melainkan karena sebaik apapun penguasa, demokrasi akan remuk jika tak ada kritisisme dari civil society. (Abdul Gaffar Karim)
Apakah Kamu Pernah Mengalaminya?
Aku tidak tahu apakah kamu pernah mengalaminya. Tapi aku belum. Baru sekali ini saja. Malam tadi.
Kamis, 24 September 2015
Relawan Adalah Politisi Tanpa Partai Politik?
Dalam politik negara, problemnya bukan soal untung atau buntung, politisi atau bukan politisi, parpol atau bukan parpol; tapi apakah posisi dan jabatan yang diduduki itu legitimate sebagai bagaian dari kekuatan politik yang terorganisir. Premisnya: politik bukanlah perkara kepentingan orang per orang, tapi kepentingan massa yang mampu diorganisir. (Harry Wibowo)
Esensi Kurban
Ada yang terasa mengganjal, setiap kali aku berkurban seekor kambing, padahal aku bukan penyuka kambing. Jika esensi kurban adalah memberikan yang terbaik yang kita cintai, maka secara simbolik kurbanku seharusnya bukan kambing.
Alam dan Krisis
Mengapa orang desa lebih kuat dan lentur menghadapi krisis? Satu jawaban: mereka sudah terbiasa hidup sulit. Jawaban lain: mereka sebenarnya kaya, dlm perspektif lain. Bahkan jika lahannya kecil, mereka bisa menanam pangan pokok, sayur dan buah. Jika tak punya lahan bisa minta tetangga. Atau ke hutan mencari buah liar. Jika tak bisa beli sampo, pake bakaran jerami utk keramas. Gosok gigi pake bata merah. Baju bekas dan sandal jepit tak masalah krn tak ada kebutuhan utk jaga citra. Bisa mandi gratis di sendang/kali jernih. Mencari ranting/kayu bakar utk menanak jagung, membakar singkong atau ikan. Tapi..... harus diakui bahwa kelalaian menjaga kelestarian alam, serta privatisasi lahan dan air, telah pula menggerus modal hidup orang desa belakangan ini. Jika alam rusak, daya tahan mereka terhadap krisis pun merosot. (Farid Gaban)
Berpuasa
Dolar hampir mencium Rp 15.000. Bursa saham meluncur jatuh mendekati 4.000. Meski indikator keuangan memburuk, itu jelas bukan pertanda kiamat. Belajar dr krisis 1998, solusi cepat utk memperbaiki sektor finansial (dg bailout, deregulasi masif, misalnya) justru mewariskan problem jangka panjang. Mungkin pemerintah dan warga Indonesia hrs menelan rasa sakit sementara waktu, dan memikirkan solusi fundamental. Sudah jelas, ketergantungan kita pd modal/pinjaman asing serta pd impor menjadi akar keroposnya fondasi ekonomi negara. Trend itu hrs dibalik. Harus berpuasa. Ekonomi subsisten ala pedesaan, sistem barter, solidaritas dan imajinasi sosial menghadapi kesulitan bersama, bukanlah ide buruk. Bukan pula primitif. Hidup #EkonomiBiru ala Dandhy Dwi Laksono! (Farid Gaban)
Rabu, 23 September 2015
Cetak vs Digital
Penerbit buku dan majalah ada di persimpangan antara cetak atau digital. Dan cabang persimpangan lain: antara digital ala Kindle (e-book/reader) atau digital smartphone (mobile-book). Itu membingungkan. Berlawanan dg banyak prediksi, buku/majalah cetak "belum ada matinye". Justru penjualan cetak meningkat, sementara penjualan e-book turun. Tapi, itu bukan pertanda kembalinya kejayaan cetak juga. Menurutku, dorongan digital melibas cetak tak terbendung, meski dg laju yg lebih lambat dari perkiraan. Buku kertas, bagaimanapun, masih merupakan medium baca paling nyaman dan masih akan bertahan... setidaknya di zaman saya hidup. (Farid Gaban)
Sekolah vs Ladang
Dilema klasik yang masih dihadapi banyak keluarga petani di Indonesia, ketika dihadapkan pada pilihan untuk mengirim anaknya ke sekolah formal atau mendidiknya di ladang untuk membantu aktivitas ekonomi.
Dua Lebaran
DUA LEBARAN kami meninggalkan keluarga. Tapi sepanjang perjalanan, pintu-pintu rumah telah terbuka dengan hangat. Mengabaikan latar belakang adat, warna kulit, atau keyakinan.
Langganan:
Postingan (Atom)