Sabtu, 17 Januari 2015

Politik Bola Panas

Presiden menendang bola ke parlemen. Agak meleset. KPK berhasil memotong. Tapi, tak sempurna, dan bola bergulir ke kaki parlemen juga akhirnya. Gocek sebentar, parlemen memberi umpan lambung ke presiden. Dan presiden, yang berdiri di kotak penalti dekat tiang jauh, melakukan tendangan salto.... Goal?! Oh, sh*t! Bola membentur tiang gawang! Dan kembali ke kaki KPK..... [Satu hal yg membuat sedih adalah bagaimana KPK menyediakan diri terlibat dalam permainan yg sama: permainan bola panas politik.] (Farid Gaban)

Jumat, 16 Januari 2015

Praduga Tak Bersalah

Istilah "tersangka" punya makna dan konsekuensi serius di dunia hukum. Tapi, bisa dipahami jika orang menjadi sinis dg istilah itu. Asas "praduga tak bersalah" cenderung hanya diterapkan bagi orang berduit dan berkuasa. Kalau penjahat kecil-kecilan, justru disiksa utk mengaku bersalah. Atau ditembak mati bahkan sebelum jadi tersangka. Polisi seenaknya menembak mati "terduga" teroris. (Farid Gaban)

Kebenaran

Ada kebenaran jurnalistik, kebenaran yg dicapai melalui prosedur jurnalistik. Kebenaran hukum, melalui prosedur hukum. Kebenaran politik, melalui prosedur prolitik/tata negara. Semua bisa bermuara menuju kebenaran yg sama; tapi sering juga berbeda. Itu tak masalah. Yg masalah kalau aparat hukum berselingkuh dg politik, atau mempolitisasi hukum. Atau media berselingkuh dg politik serta aparat hukum (tak peduli itu polisi, jaksa atau KPK). Perselingkuhan jurnalis-KPK bisa sama buruknya dg perselingkuhan jurnalis-polisi dlm operasi kriminal dan terorisme. (Farid Gaban)

Kamis, 15 Januari 2015

Aswaja Berparadigma Global

Muhammad Al-Fayyadl

Dalam sebuah sarasehan Aswaja (Ahlussunnah wal jama’ah) yang diselenggarakan para pemuda dan pemudi Nahdlatul Ulama (IPNU dan IPPNU) di sebuah kota kecil di Jawa Timur, pertanyaan jenial itu muncul: bagaimana ber-Aswaja dengan cara berpikir global? Bukan semata-mata karena yang melontarkannya anak-anak muda yang datang dari desa dan latar belakang keluarga santri yang sederhana. Tetapi juga karena pertanyaan itu datang dari sebuah tempat di pelosok, yang cukup jauh dari hiruk-pikuk keriuhan “politik global” – berbeda bila datang dari kalangan mahasiswa atau warga NU yang berada di luar negeri.

Move On

Meski tak memilih Pak Jokowi (golput), saya tak akan mengejek teman-teman yg selama ini mendukung beliau dg fanatik (bahkan ada yg taktiknya cenderung kasar) tapi lalu kecewa. Politik bukan cuma ttg pesona/kharisma individu. Tapi, tentang kebijakan publik bagi kemaslahatan seluruh warga negara. Presiden cuma satu faktor saja. Dan bukan segala-galanya. (Farid Gaban)

Privatisasi Kesehatan

Kepedulian negara thd kesehatan warga ditentukan oleh seberapa banyak anggaran yg dikeluarkan pemerintah. Menurut WHO, negara harus menyisihkan sedikitnya 5% dari GDP-nya utk kesehatan. Di Indonesia cuma 1,3% GDP; lebih rendah dr Kamboja (2,1%) dan Timor Leste (5,5%). Bahkan di "negeri kapitalis" spt Jepang, Prancis atau Australia, peran publik dlm bidang kesehatan sangat kuat: negara menanggung 75-80% biaya kesehatan warga. Di Indonesia cuma 60% pada 2012, itupun dg kualitas layanan yg rendah. BPJS tidak mengurangi kecenderungan privatisasi itu, malah mendorong privatisasi semakin jauh, mencerminkan kepedulian negara yg makin rendah. (Farid Gaban)

Rabu, 14 Januari 2015

Peribahasa

Nabok nyilih tangan [Jawa] = lempar batu sembunyi tangan [Indonesia] = not taking responsiblity for one's own deeds [English]. (Farid Gaban)

Demi Sensasi

kenapa sih susah sekali orang-orang yang berwenang untuk taat pada prosedur? mengapa para profesional ini tidak menahan diri untuk berbicara kepada pers, untuk sedikit berempati pada keluarga korban? juga insan persnya sendiri, kenapa sering abai atau enggan menguji kembali: apa manfaatnya liputan macam ini bagi kepentingan umum?... (Harry Wibowo)

Nampar atau Nabok

Jokowihaters: "KPK menampar Presiden Jokowi". Jokowilovers: "Presiden Jokowi cerdik memperalat KPK". Menurutku, manapun interpretasinya, buruk bagi KPK ketika sebuah lembaga hukum terlibat, melibatkan diri atau dilibatkan, dalam urusan politik. Cepat atau lambat akan merusak kredibilitas lembaga itu sendiri. Dan menghancurkan satu-satunya harapan negeri ini. ‪#‎IMO‬ (Farid Gaban)

Selasa, 13 Januari 2015

Pemiskinan

Ketika harga BBM dilepas sesuai harga pasar, yang bisa naik maupun turun setiap waktu, demikian pula semestinya tarif angkutan umum dan harga harga2 kebutuhan pokok yg dipengaruhinya. Pemerintah kini tega memaksa rakyat miskin dan rentan-miskin naik roller-coaster kehidupan. Tapi, bahkan roller-coaster mungkin bukan analogi yg tepat. Tarif angkutan dan harga kebutuhan pokok yg sudah terlanjur naik, sulit turun meski harga BBM turun. Fenomena apa yg bisa diprediksi selain proses pemiskinan? (Farid Gaban)