Kamis, 05 Februari 2015

UMMAT

Setelah Majalah EDITOR dibredel pada 1994, meskipun kemudian hadir Majalah TIRAS, namun saya selalu merasa bahwa "pengganti" yang sesungguhnya dari majalah tersebut adalah Majalah UMMAT, yang terbit menjelang peringatan 50 Tahun Indonesia Merdeka. Selain topik-topik laporannya yang memikat, UMMAT juga di-make up dengan tata letak yang menarik, beda dengan majalah-majalah berita lain pada masanya. Sayang, majalah yang dimodali para pengusaha dari Solo ini tak berumur panjang. Sesudah Reformasi, majalah ini berhenti terbit. Salah satu edisi UMMAT ini mengangkat isu agraria sebagai laporan utamanya. (Tarli Nugroho)

Reformasi Kepolisian

meskipun sudah dipisahkan dari angkatan bersenjata, kekuasaan kepolisian tetap tumbuh sebagai suatu 'kerajaan bisnis dan politik keamanan' tersendiri. reformasi kepolisian gagal total. sebab utamanya karena tidak memisah-misah tupoksi untuk urusan penegakan hukum dan penanganan kriminalitas, urusan perizinan dan perpajakan, urusan lalu lintas (transportasi), serta urusan keamanan dan ketertiban umum. mengandahkan 'kerajaan' tersebut dalam satu kementerian hanya menggeser persoalan dari satu tempat ke tempat lainnya... (Harry Wibowo)

Rabun Jauh

Untuk memperkuat citra anti-korupsi pada Pemerintahan Jokowi, banyak orang mendukung KPK dilibatkan dalam seleksi kabinet; memberi "rapor" para calon menteri. Sepertinya masuk akal dan mulia. Tapi, itu preseden buruk bagaimana KPK diseret masuk ke dalam urusan politik. Kasus Budi Gunawan hanya kelanjutan logis dari itu, dengan ending menyedihkan: lunturnya kredibilitas KPK. (Farid Gaban)

Tipis

Batas dari 'tak mau mengintervensi hukum' dan 'tak sanggup memikul beban kepemimpinan' itu sangat tipis, setipis selisih huruf antara 'dalil' dengan 'dalih'. (Tarli Nugroho)

Anakronisme

Teuku Umar berkomplot dengan Trunojoyo merangsek Rasuna Said. ‪#‎eh‬

Hidup

“Hidup (itu) sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat hanya tafsirannya." -- Pramoedya Ananta Toer (Rumah Kaca)

Rabu, 04 Februari 2015

Satu Abad Mochammad Tauchid

Bulan depan, bertempat di Koperasi Mangunwati, Tasikmalaya, akan digelar peringatan “Satu Abad Mochammad Tauchid”. Pak Tauchid adalah mantan Ketua Majelis Luhur Taman Siswa, bekas sekretaris pribadi Ki Hadjar Dewantara, pendiri BTI (Barisan Tani Indonesia) dan GTI (Gerakan Tani Indonesia), dan merupakan salah satu tokoh PSI (Partai Sosialis Indonesia) yang terkemuka. Berikut adalah cuplikan makalah M. Dawam Rahardjo, “Mochammad Tauchid dan Filsafat Agraria Indonesia”, untuk diskusi mengenai pemikiran Pak Tauchid yang akan dihelat akhir bulan ini di Yogyakarta.

Sastra dalam Masyarakat (Ter-)Multimedia(-kan): Implikasi Teoretik, Metodologis, dan Edukasionalnya

Menu makan siang hari ini, pidato pengukuhan Profesor Faruk empat tahun lalu, "Sastra dalam Masyarakat (Ter-)Multimedia(-kan): Implikasi Teoretik, Metodologis, dan Edukasionalnya". Sebenarnya sudah lama saya meminta kopi pidato pengukuhan ini, dan Pak Faruk juga sudah menitipkannya ke sekretariat Jurusan Sastra Indonesia. Tapi karena malas mampir ke kampus Sastra, buku ini tak pernah saya ambil, hingga hari ini. Saya teringat kembali pada buku ini karena kebetulan beberapa malam lalu baru saja membaca kolom Pak Faruk di Majalah GATRA tahun 1995 tentang polemik kebudayaan dan politik radikalisme. Tulisan itu membuat saya penasaran dengan pidato pengukuhannya, yang kebetulan terlewatkan. Untunglah, seorang kawan telah berbaik hati membagi buku ini untuk saya kemarin petang. (Tarli Nugroho)

Harga Bensin

Bang Faisal Basri menulis di blognya kemarin (3 Februari 2015): harga bensin Indonesia (yg bermutu rendah) lebih mahal dari bensin bermutu baik di negeri lain meski sudah diturunkan dua kali. "Sangat mendesak dilakukan audit harga BBM," tulisnya. Jadi bingung saya, apa sebenarnya hasil Tim Reformasi Tata Kelola Migas yg beliau pimpin tempo hari? Apa pula tanggungjawab beliau sebagai salah satu ekonom/akademisi yang mempromosikan penghapusan subsidi BBM? (Farid Gaban)

Jakarta

Setelah merebut rekor sebagai kota yg tidak aman, kini disebut sebagai kota dg lalulintas terburuk di dunia. Berita baiknya: Indonesia itu bukan Jakarta. Terlalu luas, indah dan menyenangkan dari sekadar Jakarta. Berita buruknya: jika cara berpikir Jakarta, yg keliru, menjadi dominan dan menyebar ke kota-kota lain seluruh negeri. (Farid Gaban)