Minggu, 25 Oktober 2015

Subsidi

Semua biaya yang dikeluarkan negara dan masyarakat akibat kabut asap adalah SUBSIDI pada industri perkebunan monokultur di Sumatra dan Kalimantan. (Dandhy Dwi Laksono)

Investasi

Salah satu contoh bagaimana sebagian masyarakat Indonesia memandang peran Negara dan investasi yang kerap dianggap "dewa penolong" dan solusi.

Truk Sawit

"Besok pagi kita akan minum kopi di Meulaboh, atau aku akan gugur" (Teuku Umar, Februari 1899)

Tembus

Bagian Nusantara yang paling menggentarkan adalah jalur darat trans Kalimantan dari Samarinda-Pontianak sepanjang total 2.025 km (setara Jakarta-Surabaya, balik lagi Jakarta-Solo).

Urban Bias

Kehidupan masyarakat adat Tobelo Dalam (Halmahera Utara) yang memiliki padi yang tumbuh di aliran sungai, sebagai indikator kualitas panen.

Suara Pemilih

Saya selalu menyukai silogisme Amartya Sen ini: demokrasi memang tidak memproduksi makanan, tapi tak ada satupun rezim demokratis yang ingin kehilangan suaranya dalam pemilu hanya karena gagal menyediakan pangan untuk warganya. Itu sebabnya, demikian Sen, hanya ada sedikit sekali kasus kelaparan di negara-negara demokratis. Sen menuliskan itu dalam bukunya, "Poverty and Famines" (1981).

Sabtu, 24 Oktober 2015

Bencana Nasional

Tahukah kamu alasan kenapa pemerintah tetap ngotot enggan menjadikan kebakaran hutan sebagai bencana nasional? Karena pemerintah jelas tersinggung. Yang pantas disebut sebagai bencana nasional saat ini seharusnya adalah mereka, dan bukannya kebakaran hutan. (Tarli Nugroho)

Mimpi Lumbung Jadi Buntung

Tahun 1984, Indonesia mencapai swasembada beras pertama sejak 1960. Maka pada 22 Juli 1986, Presiden Soeharto menerima penghargaan "From Rice to Self Sufficiency" dari Badan Pangan PBB (FAO).

Spaghetti ala Jokowi

Selamat pagi. Semoga Anda sudah sarapan. Jika belum, tolong jangan pernah coba-coba bikin spaghetti ala Jokowi. Sebab, spaghetti yang dibuat dari bahan mie rebus pasti rasanya tidak enak, sehingga tak perlu lagi dicoba.

Kapasitas

Seminggu ini, aku kembali ke kehidupan sehari-hari. Mencari makan, menafkahi keluarga, menjaga agar perusahaan kecilku tetap hidup, bercengkerama dengan keluargaku. Tidak ada kejadian aneh. Sahabatku tidak pernah menghubungiku. Hanya kedutan di wajah yang masih sering terjadi. Juga, aku belum sempat ke rumah Om Tan.