Jumat, 20 Februari 2015

Setelah Inkonstitusional, Lalu Apa?

Pembatalan UU No. 7/2004 secara keseluruhan oleh Mahkamah Konstitusi pada Rabu, 18 Februari 2015 lalu, menunjukkan paling tidak dua hal. Pertama, para penyelanggara negara, baik eksekutif maupun legislatif, ternyata tidak kompeten dalam menyusun perundang-undangan. Ini terbukti dari banyaknya UU yang telah dibatalkan oleh MK dalam kurang lebih satu dekade terakhir, baik sebagian maupun secara keseluruhan.

Kedua, dan ini yang lebih fatal, para penyelenggara negara kita, baik di eksekutif maupun di legislatif, sama-sama telah mengabaikan konstitusi dalam banyak proses legislasi yang mereka kerjakan.

Pengabaian dan pelanggaran terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip konstitusi adalah bentuk pelanggaran hukum yang serius. Negara mustahil bisa menjamin hak-hak dasar warganya jika mereka sendiri melanggar konstitusi bernegara.

Hanya saja, ironisnya, pelanggaran terhadap konstitusi tidak memiliki konsekuensi sanksi yang serius. Sesudah pembatalan UU No. 7/2004 itu, misalnya, lalu apa? Bahkan melanggar lalu lintas saja ada sanksi dan dendanya bagi para pelanggar. Tapi, pelanggaran terhadap konstitusi oleh para pembuat undang-undang tidak ada sanksinya.

Tanpa konsekuensi sanksi yang serius, maka pelanggaran terhadap konstitusi akan dilakukan terus-menerus, baik oleh eksekutif maupun legislatif. Ini adalah PR aturan main bernegara kita ke depan.

(Tarli Nugroho)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar