Jumat, 28 Agustus 2015

Freeport

Kontrak PT Freeport Indonesia akan berakhir 2021. Seturut PP No. 77/2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, pengajuan perpanjangan kontrak paling cepat bisa dilakukan dua tahun sebelum kontrak berakhir, dan paling lambat enam bulan sebelum kontrak selesai. Artinya, seturut PP itu, Freeport Indonesia sebenarnya baru bisa mengajukan perpanjangan kontrak paling cepat pada 2019.

Nah, pemerintah saat ini sedang berusaha untuk mengubah PP tersebut. Tujuannya, meski selalu disangkal, tentu saja untuk mengakomodasi kepentingan Freeport, yaitu supaya perpanjangan kontrak mereka bisa diajukan sebelum 2019. Secara tidak langsung itu berarti bahwa nasib Freeport Indonesia harus diselesaikan di rezim Joko Widodo, bukan di rezim hasil Pemilu 2019.

Revisi PP ini merupakan panggung yang menarik. Salah satu Menko dalam pemerintahan Jokowi, sejak lama diketahui mengincar jatah divestasi saham Freeport. Dengan latar belakangnya, ia tentu "tahu" Papua, terutama soal keamanannya. Dan itu adalah "selling point"-nya, yang tak dimiliki oleh pengusaha pertambangan nasional lainnya.

Akan moncerkah jalan Freeport Indonesia?

Seperti sudah dibahas di dinding ini sebelumnya, reshuffle kabinet yang terjadi kemarin memang terkait urusan pembagian menu makan siang.

Yang jelas, kita kini tahu, bahwa nasib Freeport Indonesia ada di tangan Jokowi. Eh, atau sebaliknya ya?!

Jadi, apa menu makan siang Anda hari ini? Bebek Peking, Tempura, atau Big Mac?!

(Tarli Nugroho)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar