Sabtu, 17 Oktober 2015

Menetes ke Bawah

Tentang ilusi ekonomi "menetes ke bawah". Kisah Kuda dan Burung Gereja. (Farid Gaban)

Integrated Rural Development Indonesia

Saya bahagia sekali ketemu dengan buku ini tadi di TIM. Buku ini, "Integrated Rural Development Indonesia" (New Delhi: Sterling Publishers Private Limited, 1989), ditulis bersama oleh Pak Muby dan Loekman Soetrisno.

Buruh

Pemerintah berencana menetapkan kebijakan pengupahan yang baru agar iklim investasi dalam negeri stabil. Referensinya, angka-angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Ekonomi tumbuh, gaji naik. Ekonomi turun, gaji turun. Asumsinya, pertumbuhan ekonomi tidak didongkrak semata-mata oleh keringat buruh tapi oleh wiraswasta (termasuk di dalam definisinya adalah penguasaha). Kelihatannya tampak adil walaupun sama sekali tidak, kalau kita mengkajinya dari kritik ekonomi-politik. Keringat buruh tidak dihitung sebagai sumber mutlak dari pertumbuhan ekonomi, tapi dianggap salah satu faktor; muslihat pertama rezim kapitalis. Padahal sektor wiraswasta juga bergerak dengan keringat buruh, yaitu para pekerja informal yang sama sekali tidak tersentuh kebijakan pengupahan. Buruh yang dihitung adalah buruh industri; muslihat kedua rezim kapitalis.

Drone Bela Negara

Di samping rudal jarak jauh, perang masa depan akan lebih mengandalkan drone (pesawat tanpa awak). Pelatihan bela negara perlu disertai ketrampilan mengemudikan drone. Ya, nggak, Dandhy Dwi Laksono dan Suparta Arz? (Farid Gaban)

Pistol

Di panggung pertunjukan, jika ada sebuah pistol sudah terletak di atas meja lalu pistol itu tidak meledak, maka ganti saja pistol itu dengan rempeyek. Setidaknya aktor-aktor di atas panggung bisa memakannya.

PRAMUKA

Saya datang dr generasi yg suka piknik. Salah satu medium piknik adalah menjadi anggota pramuka (kepanduan/boy scout), satu jenis pendidikan luar-kelas/outdoor yg saya syukuri manfaatnya sampai kini. Di situ tak hanya diajarkan kedisiplinan, termasuk baris-berbaris, tapi juga pengenalan pada alam dan lingkungan sosial. Pada gunung, hutan dan sungai. Diajarkan ttg survival/bertahan hidup dlm kondisi alam yg sulit dan sumber daya seadanya. Itulah yg mengilhami perjalanan saya keliling Indonesia bersama Ahmad Yunus; menyelam di laut, mengunjungi pulau-pulau terpencil. Itulah pula yg makin membuat saya cinta Indonesia, kekayaan alam, keragaman manusia dan budayanya; dg segala kekurangannya. Nasionalisme? Bukan. Itu cuma kesenangan utk mengenal, mengeksplorasi dan memahami. Fun and adventurous. (Farid Gaban)

Konsumen Energi

Cina merupakan konsumen energi terbesar kedua sesudah Amerika. Jika Amerika mengkonsumsi sekitar 22,8 persen dari total konsumsi energi dunia, maka angka konsumsi Cina adalah sekitar 13,6 persen.

Miskin

Mereka mempunyai lebih banyak uang. Kata-kata dari Ernest Hemingway, sastrawan Amerika Serikat itulah yang kelihatannya mengilhami Jeffrey Sachs untuk mengimbau negara-negara kaya segera memenuhi janji mereka untuk membantu negara-negara miskin. Lima belas tahun yang lalu, melalui PBB, ekonom lulusan Universitas Harvard itu mengeluarkan “rencana praktis” untuk mewujudkan program PBB yang diberi nama “Tujuan Pembangunan Milenium” atau MDG’s.

Idaman, Dambaan, Rinduan(?)

Berada di sini, saya jadi tahu persis apa yang selama ini saya idamkan, yang sama sekali tak pernah saya jumpai atau dapatkan selama hidup di Yogya. Bukan dia yang tampilannya Eurosentris, dandanannya menor, atau bergaya aristokrat, yang saya cari.

Melanesia

Oktober ini, Kota Kupang (Nusa Tenggara Timur) menggelar Festival Budaya Melanesia. Hampir bersamaan, 5 provinsi di Papua, Maluku dan Nusa Tenggara juga mendeklarasikan Persaudaraan Melanesia Indonesia. Ada semacam pasang naik kesadaran identitas Melanesia. Perhimpunan Bangsa Melanesia mencakup 5 provinsi Indonesia tadi plus 20 negeri kecil di Pasifik. Perhimpunan itu juga resmi mengakui organisasi Gerakan Papua Merdeka meski cuma sbg "pengamat". Apakah itu tidak menumbuhkan semangat separatisme? Tergantung Jakarta menanggapinya. Tumbuhnya kesadaran Melanesia itu harus dihargai. Itu penegasan sahih bahwa Indonesia timur memang berbeda dari saudara mereka di barat. Bahwa pembangunan sosial-budaya-ekonominya juga perlu pendekatan berbeda. [Argumen lengkap saya dalam Indonesia Bukan Cuma Freeport]. (Farid Gaban)