Jumat, 27 Maret 2015

Pengadilan Sastra(wan)

Apa yang Anda ingat jika mendengar kata "puisi"? Chairil Anwar?! Amir Hamzah?! Rendra?! Sutardji Calzoum Bachri?! Sapardi Djoko Damono?! Goenawan Mohamad?! Ah, berarti Anda kuno sekali! Imajinasi puisi Anda sudah membeku. Dan itu artinya Anda hidup dalam mitos ghaib tentang puisi. Sebab, menurut seorang penulis dalam buku ini, "33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh" (2014), Anda juga harus mengingat Denny J.A. Kenapa? Karena Denny J.A. adalah salah satu dari 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh, yang pengaruhnya sejajar dengan Pramoedya Ananta Toer, Sutan Takdir Alisjahbana, Iwan Simatupang, Rendra, Ajip Rosidi, dan sejenisnya.


Jadi, jika Anda tak tahu kalau Denny J.A. adalah sastrawan, dan tak terpengaruh oleh gelombang "pembaruan puisi" yang telah dan sedang dibuat oleh sebuah buku karya Denny J.A., "Atas Nama Cinta" (2012), berarti Anda adalah warga negara (sastra) Indonesia yang ketinggalan dan rendah daya apresiasinya.

Tapi, benarkah begitu?!

Ini mungkin merupakan lembaran paling kelam dalam sejarah sastra Indonesia. Anda bisa menjadi tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh meskipun cuma menulis sebuah buku, yang itupun jelek pula.

Bagaimana bisa?! Syaratnya, Anda harus punya banyak uang untuk membayar para promotor otoritatif bernama besar yang akan mengukuhkan Anda sebagai promovendus cemerlang yang telah menyumbangkan "temuan baru" bagi sastra Indonesia.

Karena melawan manipulasi dan korupsi sejarah sastra Indonesia itulah kini penyair Saut Situmorang dipolisikan. Jangan biarkan dia melawan sendirian!!!

(Tarli Nugroho)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar