Kamis, 10 September 2015

New York Berselfie: Pelajaran untuk Umat Islam

Gatel juga nih pingin komen soal Tragedi New York Berselfie. (Huuuuu katanya ogah komen, Mas???!!! Gombal!!!)

Hehe. Anu. Buat saya, aksi selfie yang penuh Yes Highly dari Om Fadli Zon dan Pak Setya Novanto itu nggak layak dipersalahkan. Mereka politisi. Politisi adalah politisi. Dan bagaimanapun, memberi hormat berlebih ke salah satu orang kuat Amerika tu secara realitas kehidupan dunia internasional mau gak mau harus dilakukan. Lha Amerika jeeee! Kamu jangan polos banget gitu laaaah!

Meski demikian, yang bikin saya ngikik, mustahil FZ dan SN nggak tau sikap Trump kepada Islam. Si Trump itu jelas-jelas dalam wawancaranya dengan CBN News mengatakan bahwa ada "Muslim problems" di Amerika (atau bahkan di dunia?). Lebih parah lagi, dia katakan "Ada sesuatu yang sangat negatif di dalam Alquran.." Dhuaaaarrr!!!! Modyar ora koweee!!!

Nah, nah, pertanyaannya, kenapa FZ dan SN menempel-nempel tanpa beban ke Trump yang gitu banget sama Islam? Bukannya sejak pertengahan tahun lalu sudah sangat termasyhur bahwa FZ dan SN merupakan pentolan kubu yang gigih memperjuangkan Islam, menegakkan marwah Islam dan kaum muslimin, dalam menghadapi kubu seberang dengan pasukan kecebong kafirnya?

Jawabannya sih simpel saja: karena buat FZ dan SN, isu-isu Islam itu sebenarnya nggak penting-penting amat. Dalam politik di zaman ini, apalagi dalam sistem demokrasi yang sangat liberal, Islam cuma dijadikan barang dagangan. Jadi, siapa pun yang merasa mendukung kubu-kubu politik demi memperjuangkan Islam, saya khawatir dia cuma termakan taktik marketing paling jitu.

Membela Islam dan memperdagangkan Islam itu sungguh beda, ya Akhi.

"Halah! Tapi jelas-jelas kubu seberang lebih banyak antek kafirnyaaaa!!! Buka mata! Tanyakan pada hatimu!!"

Sabar ya Ukhti, sabar. Oke lah anggap saja begitu. Tapi banyak-sedikitnya simbol yang menempel di sebuah kubu acapkali bukan penentu seberapa besar visinya akan simbol-simbol itu. Poin saya, dukung-mendukung kekuatan politik yang tiba-tiba jadi sangat Islami gitu, itu ya ampun banget. Antum silakan saja tetap mendukung kubu yang sama (dan saya menghormati setiap pilihan politik), tapi niatnya mbok ya diganti. Nasionalisme kek, kemandirian ekonomi kek, kewibawaan penampilan kek, apa kek.

Tapi jangan lagi senaif merasa diri sedang memperjuangkan Islam hanya dengan pilihan-pilihan politik di era demokrasi liberal. Sebab apa?? Sebab sekali lagi: membela agama dan memperdagangkan agama itu beda. Kecuali antum terus bahagia jadi barang dagangan heuheuheu.

Wis, gitu ya. Apa? Enggak gitu?? Mm.. kalau antum masih ngotot, saya mention ke Imam Shamsi Ali lho hoahahahahahaha!!

(Iqbal Aji Daryono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar