Selasa, 08 September 2015

Politawa

"Kalau bicara teknik dan isi, novelnya Mahfud Ikhwan, "Kambing dan Hujan", atau "Ulid Tak Ingin ke Malaysia", itu lebih bagus daripada novel-novelnya Andrea Hirata. Masalahnya di Mahfud itu cuma satu, dia tidak mau di-branding dan cenderung anti-marketing. Itu saja." Begitulah kritik lelaki kurus yang tak pernah kehabisan kata-kata ini.

Ya, meski kini lebih dikenal sebagai konsultan, ahli marketing, public speaker, motivator bisnis, dan dosen entrepreneurship yang telah melahirkan banyak pengusaha, jurnalis kawakan ini adalah alumni Fakultas Sastra UGM. Dan hingga kini dia tak pernah kehilangan perhatian atas perkembangan sastra Indonesia. Ia bisa membahas Ahmad Thohari dengan teliti, lalu menguliti narsisme dan megalomaniak puisi-puisi esainya Denny J.A. dengan sama baiknya.

Jika bertemu dengan lelaki ini, Anda akan menghabiskan lebih dari separuh waktu untuk tertawa. Namun, di balik lelucon-leluconnya yang tak terduga, lelaki kurus yang kemana-mana selalu memakai topi khasnya itu, menyimpan banyak mutiara berharga. Sebagai senior, dia juga selalu memperhatikan perkembangan "karir" adik-adik kelasnya di B21. Mahfud Ikhwan adalah salah satu.

Lelaki penuh perhatian yang banyak menyedekahkan kegembiraan itu adalah Among Kurnia Ebo.

(Tarli Nugroho)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar