Selasa, 20 Oktober 2015

Ongkos Lingkungan

Apakah pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dari pembukaan lahan (terutama monokultur kelapa sawit) sepadan dengan semua ongkos yang dibayar masyarakat Kalimantan hari ini?

Inilah wajah eksportir minyak sawit terbesar di dunia.

Kami telah tiba di Kalimantan Tengah, dan mendapati drama kemanusiaan yang lebih pahit dari yang kami saksikan di televisi, sepanjang perjalanan sebelumnya.


Tukang bensin eceran, pemilik warung kelontong, pencari ikan, dan ibu-ibu rumah tangga, semua mengeluhkan berkurangnya rezeki sejak dilanda kabut asap tiga bulan terakhir.


"Jangan nawari macam-macam, Mas. Gak ada uang. Sepi kena kabut semua," ujar seorang ibu pemilik warung di Kabupaten Pulang Pisau, menampik penjual penghisap debu keliling yang berjalan dari kampung ke kampung.

"Habis tanaman karet dan pisang kami. Maksud hati menanam agar ada hasil," ujar seorang warga Dayak di Sabangau, Palangkaraya, yang menanam di bekas Proyek Lahan Gambut Sejuta Hektare di masa Orde Baru (1996).

Itu belum termasuk ongkos yang dikeluarkan Negara dari pajak masyarakat untuk membayar aneka proyek penanggulangan kebakaran yang melibatkan tentara, polisi, petugas kesehatan, atau pemadam api. Juga tagihan rumah sakit pada BPJS.

Dapatkah semua ongkos lingkungan dan beban ekonomi masyarakat ini ditagihkan pada perusahaan atau pemilik perkebunan yang melakukan land clearing dengan membakar?

Atau mereka yang merancang sistem perkebunan tak ramah lingkungan seperti Proyek Lahan Gambut (Sejuta Hektare)?

Inilah bentuk subsidi yang tak pernah diakui pemerintah. Jenis subsidi yang tak dikenal di buku-buku referensi para ekonom.

Apakah pemerintah, Bappenas, atau Kementerian Keuangan pernah menghitung kontribusi industri monokultur ke kas negara, dibandingkan yang dikeluarkan negara untuk menanggulangi tragedi ini dan dampaknya pada ekonomi masyarakat di Sumatra dan Kalimantan?

Jadi, subsidi mana yang sesungguhnya salah sasaran? Terhadap BBM yang digunakan 240 juta penduduk atau industri monokultur yang dimiliki sebagian kecil orang?

Ekspedisi Indonesia Biru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar