Kamis, 19 November 2015

Hénokiens

Bila dijaga, dirawat dan dikelola dengan baik dan benar, sebuah perusahaan keluarga bisa bertahan hingga usia ratusan tahun. Dan itulah yang terjadi pada perusahaan-perusahaan keluarga yang berkumpul dalam Les Hénokiens, perkumpulan perusahaan-perusahaan keluarga tertua di dunia.

Pencetusnya adalah Gerard Glotin, pewaris Marie Brizard perusahaan asal Prancis yang memproduksi minuman beralkohol sejak 1755. Dia terinspirasi oleh kisah tentang Enoch atau Henokh.

Disebutkan di Kitab Genesis, Henokh adalah anak Kain, ayah dari Metusalah, yang mengembara di bumi selama 365 tahun lalu naik ke surga tanpa mengalami kematian. Dialah keturunan ketujuh dari Nabi Adam. Buyut dari Nabi Nuh. Al Quran menyebutnya sebagai Idris, Nabi Idris.

Perjalanan Henokh selama ratusan tahun itulah yang membuat Glotin berpikir mengumpulkan perusahaan-perusahaan tua. Dibantu oleh 164 organisasi kamar dagang dan 25 kedutaan besar, awalnya dia mengidentifikasi ada 74 perusahaan tertua di dunia, tapi dia hanya memilih 30 perusahaan. Para keturunan dari pemilik 30 perusahaan lalu diundangnya ke Paris untuk meneken pendirian perkumpulan pada 1981 yang disebut sebagai Les Hénokiens itu.

Para anggota perkumpulan, sejak itu rutin mengadakan pertemuan di kota-kota berbeda di berbagai negara, setiap menjelang musim dingin [biasanya Oktober] kecuali tahun ini: pertemuan dilakukan bulan Juni. Di situs resminya disebutkan, Hénokiens didirikan untuk bertukar pikiran sebab setiap perusahaan memiliki sejarah yang menarik dan karakter masing-masing, yang [siapa tahu] bisa dijadikan inspirasi untuk penulisan sastra, cerita di televisi atau film, dan sebagainya.

Tak ada agenda khusus dalam setiap pertemuan anggota Hénokiens kecuali pemilihan ketua perkumpulan untuk masa dua tahun dan penerimaan anggota baru. Tahun ini, perkumpulan menerima Cartiera Mantovana, Stabilimento Colbachini dan Guerrieri Rizzardi sebagai anggota baru. Tiga perusahaan asal Italia itu masing-masing berdiri sejak 1615, 1745, dan 1678.

Tahun lalu, Toraya perusahaan pembuat makanan dari Tokyo yang berdiri sejak 1600 diterima sebagai anggota perkumpulan. Dan kini jumlah anggota Hénokiens ada 44 perusahaan.

Di luar pertemuan rutin, Hénokiens kadang ikut dalam kegiatan sosial. Tiga tahun lalu, perkumpulan menyumbangkan dana € 26 ribu kepada Palang Merah Jepang untuk membantu korban gempa dan tsunami di Jepang. Tiga tahun sebelumnya, Hénokiens menyerahkan penghargaan Leonardo Committe Prize. Selebihnya, seperti acara-acara setiap tahunnya, diisi dengan bersenang-senang dan berbagi pengalaman mengurus perusahaan keluarga sembari minum wine atau sake.

Hénokiens memang perkumpulan unik, dan syarat untuk menjadi anggotanya lumayan berat. Antara lain, perusahaan sudah berusia minimal 200 tahun, masih beroperasi dan dikelola oleh keluarga. Syarat lainnya, sebanyak 50 persen dari kepemilikan modal perusahaan harus dimiliki oleh keluarga, kinerja keuangan perusahaan harus sehat [yang ditunjukkan dengan laporan keuangan tahunan], dan tetap berpengaruh pada pasar di negara masing-masing.

Barangkali karena syarat semacam itu, tak banyak perusahaan keluarga yang bisa tercatat atau mendaftar sebagai anggota Hénokiens. Dari yang tidak banyak itu, sebagian besar anggota Hénokiens adalah perusahaan-perusahaan yang berasal dari Eropa terutama dari Italia, Prancis, Jerman, Belanda, Belgia dan Swiss. Dari Asia, hanya tercatat tiga perusahaan Jepang yang terdaftar sebagai anggota Hénokiens. Salah satunya adalah Hoshi, perusahaan yang didirikan Keluarga Hoshi di Komatsu.

Perusahaan yang bergerak di jasa penginapan ini berdiri sejak 718 atau sudah berusia 1.293 tahun. Di daftar anggota Hénokiens, Hoshi tercatat sebagai perusahaan keluarga tertua, dan sekarang dikelola oleh Zengoro Hoshi, generasi ke-46 dari Keluarga Hoshi meskipun sesungguhnya Hoshi bukan perusahaan keluarga tertua di Jepang.

Di buku “Sukses Berabad-abad”, William O’Hara menulis, Kongo Gumi yang berbisnis bangunan dan pondokan adalah perusahaan keluarga yang usianya jauh lebih tua dari Hoshi. Perusahaan yang didirikan oleh orang Korea itu berdiri sejak 578, tapi tidak pernah mendaftar menjadi anggota Hénokiens.

Tidak mudah mendapat jawaban, mengapa perusahaan-perusahaan keluarga itu bisa berusia hingga ratusan tahun dan sanggup bertahan hingga sekarang. Dalam sebuah artikelnya, majalah the Economist pernah bertanya dengan setengah mengejek: apakah perusahaan-perusahaan yang berkumpul di Hénokiens benar-benar berusia tua, sungguh-sungguh perusahaan keluarga, atau hanya semacam asoasi perdagangan dari komunitas religius kala itu. Sebagai contoh adalah Château de Goulaine.

Perusahaan asal Prancis itu memproduksi minuman anggur, mempertontonkan kupu-kupu dan menggunakan benteng Château de Goulaine sebagai kantornya. Pertanyaan yang diajukan oleh the Economist: apakah Château de Goulaine adalah benar-benar bisnis keluarga berusia seribu tahun, atau hanya sekadar benteng tua yang bagus yang kemudian dimanfaatkan baru-baru ini untuk menjual anggur dan mempertontonkan kupu-kupu?

Itulah yang tak terjawab, tidak pula diterangkan di situs resmi Hénokiens. Di sana hanya tertulis keterangan: semua perusahaan tua yang berkumpul di Hénokiens bisa bertahan sampai sekarang, disebabkan oleh tradisi kuat menjaga kepercayaan, bangga dengan perusahaan, selain tentu saja karena berlimpah uang.

Di Indonesia, sebetulnya ada perusahaan yang berusia lebih dari 200 tahun yaitu PT Pos Indonesia, tapi perusahaan yang berdiri sejak 1746 itu bukan perusahaan keluarga, tapi milik negara. Perusahaan keluarga tertua di Indonesia yang pernah tercatat adalah PT Hanjaya Mandala Sampoerna atau HM Sampoerna. Perusahaan rokok asal Surabaya itu didirikan oleh pasangan Liem Seen Tee dan Siem Tjiang Nio sejak 1913, tapi sudah beberapa tahun yang lewat, perusahaan itu dijual kepada Phillip Morris, perusahaan rokok asal Amerika Serikat.

‪#‎ceritakamis‬

Tidak ada komentar:

Posting Komentar