Kamis, 19 November 2015

Sumpah

Saat hendak mewawancarai almarhum Mochtar Lubis 23 tahun lalu di rumahnya, dia meminta saya bersumpah sebelum wawancara atau tidak usah wawancara.

"Anda mau jadi wartawan?"
"Iya Pak?"
"Mau bersumpah?"
"Sumpah apa Pak?"
"Sumpah wartawan."
"Ah eh..."
"Kalau tidak mau, tak usah wawancara saya."
"Saya mau Pak..."

Mochtar Lubis lalu meminta saya mengikuti kata-katanya yang isinya kira-kira begini: kalau dikasih duit oleh sumber berita, lempar duit itu ke mukanya; kalau dikasih barang, rusakkan barang itu di depan sumber berita; kalau dikasih rumah atau mobil, bakar rumah atau mobil itu.

Saya melakukan sebagian yang pernah saya sumpahkan di depan almarhum, tapi tidak pernah membakar mobil atau rumah karena memang tidak ada sumber yang mencoba menyuap dengan dua barang itu. Belakangan saya sadar, sumpah dari Mochtar Lubis mengalir dan mengeras di kelenjar dan darah saya, meski saya tahu dia lupa satu hal: apa yang harus saya lakukan bila disogok dengan perempuan?

Lalu sore ini, entah kenapa, saya mengenang sumpah yang saya ucapkan di depan Mochtar Lubis pada suatu pagi di rumahnya di Jalan Bonang, Taman Proklamasi, Jakarta, 23 tahun yang lewat itu. Ada satu foto saya dengannya saat itu [entah di mana sekarang], tapi jelas bukan selfie seperti foto para pemred media dengan Bu Rini Soemarno, yang konon terjadi semalam di sebuah restoran di Jakarta, di bawah ini.


Hei, tidakkah selfie dengan menteri memang sayang untuk dilewatkan?

Mari menyeruput sup dan mengangkat gelas.

(Rusdi Mathari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar