Kamis, 26 November 2015

Mengecewakan Pramoedya Ananta Toer

Dua bulan lalu, untuk pertama kalinya aku bisa jumpa, ngobrol berjam-jam berdua dengan sejarahwan besar Rudolf Mrazek. Seorang pribadi yang luar biasa hangat dengan pemikiran cemerlang dan penuh kejutan.

Di antara obrolan itu, beliau menceritakan rencananya meneliti karya-karya Bung Karno berbentuk sandiwara, ketika yang belakangan ini ditahan pemerintah Hindia Belanda dengan dibuang di Flores. Dia bertanya apakah aku tahu Bung Karno pernah menulis karya-karya itu. Pertanyaan itu langsung menusuk ingatan 30 tahun sebelumnya.

Sambil tersenyum kecut, aku berkisah pada Rudolf. Pada tahun 1985 Pramoedya Ananta Toer (salah satu orang Asia yang paling aku kagumi) bertanya padaku apakah aku berminat meneliti naskah-naskah sastra karya Bung Karno yang ditulisnya selama dalam pembuangan. Kalau aku bersedia, Pram akan memberikan koleksinya berupa naskah-naskah tulisan Bung Karno itu kepada aku, termasuk cerpen dan surat-surat pribadi.

Aku katakan pada Rudolf dua bulan lalu, persis yang aku katakan pada Pram 30 tahun sebelumnya. Nyaliku mengkerdil mendengar tawaran kehormatan sebesar itu. Aku merasa tidak siap menerima kepercayaan sebesar itu. Aku bukan ahli sejarah. Bukan juga ahli sastra. Dan minatku dalam penelitian pada masa itu tidak terfokus di wilayah itu. Dengan berat hati, tawaran Pram aku tolak dengan ucapan terima kasih dan penuh hormat. Mendengar kisah itu, langsung saja Rudolf menyesalkan keputusanku. Mungkin membodoh-bodohkan aku. Entah, aku nggak ingat persisnya.

Hari ini, di tengah kesibukan bongkar-bersih gudang, secara tak terduga aku temukan kembali sepucuk surat dari Pram, yang menyatakan kekecewaannya. Hingga hari ini pun aku merasa tidak menyesal dengan keputusan berat yang aku ambil 30 tahun lalu. Mudah-mudahan Rudolf, atau rekan Indonesia dari generasi yang lebih muda dan lebih siap, seperti Hilmar Farid, bisa segera mengobati kekecewaan Pram.


Biar pun Pram kecewa, dia masih tetap sangat baik padaku. Dia mengirimkan naskah lengkap bukunya SANG PEMULA ke alamatku, dengan catatan tidak untuk diperbanyak atau disebarkan. Maklum buku itu belum diterbitkan. Ini semacam biografi Tirto Adhi Soerjo yang menjelma menjadi tokoh fiktif Minke dalam novel-novelnya BUMI MANUSIA, ANAK SEMUA BANGSA, JEJAK LANGKAH dan RUMAH KACA.

(Ariel Heryanto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar