Minggu, 08 November 2015

Presiden Jokowi

Kabinet Kerja berisi aneka ragam kepentingan. Ada menteri dari partai2 berbeda pendukung koalisi. Bahkan menteri "profesional non-partai" pun tidak bersih dari kepentingan. Personalisasi politik kepada figur Pak Jokowi pada akhirnya hanya akan menyulitkan Pak Jokowi sendiri. Beliau akan dilihat bertanggungjawab atas semua kegagalan/keburukan yg mungkin terjadi, bahkan jika itu merupakan agenda Golkar, misalnya, yg baru belakangan masuk koalisi. Partai dan orang dg beragam kepentingan politik maupun bisnis senang berlindung di balik figur Pak Jokowi. Beliau tokoh populer yg hampir semua kebijakannya didukung, termasuk kebijakan yg tidak populer spt pencabutan subsidi atau kebijakan lain yg berlawanan dg Nawacita. (Farid Gaban)

Peradilan Rakyat Internasional 1965

10-13 November ini, di Den Haag akan ada peristiwa bersejarah yang mungkin akan mengawali lembaran baru dalam cara kita membicarakan peristiwa 1965, yaitu International People's Tribunal 1965 atau Peradilan Rakyat Internasional 1965. Peradilan ini akan memperdengarkan kesaksian para korban 1965. Untuk pertama kalinya kita akan mendengar para korban hadir dan bersuara di muka umum, sesuatu yang tidak terbayangkan selama ini.

Calon Nelayan

Akhir pekan diajak jalan-jalan oleh dokter gigi Zahrotur Riyad ke salah satu sekolah di pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau. Mereka menonton video-video perjalanan Ekspedisi Indonesia Biru.

Teledor

Kerja keras dan kerja cerdas bertahun-tahun, bisa hancur hanya karena keteledoran satu menit. (Puthut E.A.)

Sabtu, 07 November 2015

Personalisasi Politik

Akan sampai kapan kritik atau pujian kepada pemerintah dimaknai sbg kritik atau pujian kepada pribadi Pak Jokowi? Pemerintah = government, mencakup cabang eksekutif plus legislatif (anggota parlemen, yg kadang berseberangan dg presiden). Bahkan jika orang mengkritik/memuji Pemerintahan Jokowi itu juga bukan semata berkaitan pribadi Pak Jokowi. Ada Pak Jusuf Kalla dan menteri-menteri kabinet (yang juga sering bertengkar). Personalisasi politik merusak diskusi sehat/bermakna tentang kebijakan publik.(Farid Gaban)

Jokowi-Obama

Ada beberapa koran/situs berita yg menulis seolah-olah Jokowi bisa ketemu Obama berkat makelar lobi. Saya tidak percaya itu. Jika berita spt itu didasarkan pd artikel Michael Buehler (yg saya posting) jelas itu pelintiran. Buehler hanya menunjukkan bukti bahwa Indonesia memang menyewa makelar lobi lewat perusahaan Singapura, utk mengatur pertemuan Presiden Jokowi dg Kongres (parlemen) dan pejabat tinggi setingkat kementrian; suatu hal yg semestinya bisa dikerjakan diplomat Indonesia. Peran pelobi swasta itu mencerminkan persaingan kepentingan dlm kabinet Jokowi yg membuat kunjungannya ke AS amburadul, bahkan kontroversial (spt pernyataan Presiden utk bergabung ke Trans-Pacific Partnership). (Farid Gaban)

Indonesia Menyewa Pareira

Dalam laporan resminya kepada Kementrian Kehakiman Amerika Serikat, pelobi Las Vegas (R&R Partners) menyebut Pemerintah Indonesia sebagai klien Pereira International. Bahkan ada kontrak tertulisnya. [Sumber dokumen ini: http://www.fara.gov/docs/6229-Exhibit-AB-20150617-3.pdf]

Lobi

Ada banyak konsultan humas dan makelar lobi di Amerika. Di bawah Foreign Agents Registration Act (FARA), konsultan humas dan makelar lobi berkewajiban melaporkan kegiatannya "mempengaruhi opini publik Amerika" kpd Kementrian Kehakiman. Tulisan Michael Buehler (Waiting in the White House lobby) didasarkan pd laporan resmi itu: Pereira International menyewa pelobi Las Vegas utk mengatur kunjungan Presiden Jokowi di Washington. Makelar lobi memang biasa di Amerika. Tapi tetap aneh jika kunjungan kenegaraan bukan ditangani Kementrian Luar Negeri; apalagi yg membayari adalah perusahaan Singapura. (Farid Gaban)

Maaf dan Janji

Teman-teman yang baik...

Diskon atau Obral?

Sesudah sepuluh tahun, rekor "Tersanjung" sebagai sinetron terpanjang sepertinya akan segera terpecahkan. "Tersanjung", yang tayang sejak 1996 hingga 2005, hadir dalam 6 season, karena pada season ke-7 judulnya diganti.