Jurnalisme mengenal pemakaian bahasa yang ekspresif. Tujuannya adalah untuk menimbulkan stimulus dalam alam pikiran audience yang memungkinkan si audience memberikan perhatian lebih dan menangkap pengertian suatu/beberapa kata secara lebih cepat dan lebih jelas. Bahasa yang ekspresif tidak dimaksudkan untuk membesar-besarkan kenyataan, tidak untuk menimbulkan sensasi, apalagi untuk membiasakan diri dengan bahasa yang “tidak berperasaan”.
Apakah ruang sosial/publik berarti ruang yang digunakan untuk tujuan-tujuan sosial/publik, atau sekadar ruang yang diisi oleh anggota masyarakat yang disebut khalayak?
Jumat, 05 Februari 2016
Jumat, 22 Januari 2016
Fundamentalisme
Mensyukuri hal-hal yang fundamental dalam hidup. Misalnya: nasi jagung, pete dan sambal tomat + terasi.
Kamis, 31 Desember 2015
Monyet Ekor Panjang
Monyet ekor panjang (macaca fascicularis). Natuna. Kepulauan Riau. #faunaindonesia
Rabu, 30 Desember 2015
Selasa, 29 Desember 2015
Kapal Oleng
Macam kapal oleng di tengah laut, diterpa badai pula. Itulah Sastra Indonesia kini. Hanya sebagian orang yang mempedulikan nasibnya. Kebanyakan sibuk berkarya, berkarya, berkarya, berkarya, dan berkarya tanpa sedikitpun membincangkan nasib Sastra Indonesia. Kalaupun ada, itu hanya membicarakan tentang karya-karya SAMPAH. Nasib memang absurd, tapi, itu bukanlah alasan kuat! Karena absurd itulah, ya, harus diperjelas!!!
Sabtu, 19 Desember 2015
Jumat, 18 Desember 2015
Gojek
Efek keseringan ngumpul sama pelawak, 'gojek'-pun diperalat untuk mendongkrak rating politik. Ck ck ck. (Tarli Nugroho)
Seribu Hektare
Kemarin kawan-kawan jurnalis di Padang bercerita tentang proyek sawah seribu hektare di Pulau Siberut, Kabupaten Kepulauan Mentawai. Mengulang kisah Proyek Lahan Gambut sejuta hektare di Kalimantan Tengah tahun 1996.
Kamis, 17 Desember 2015
Terpelajar
Golongan terpelajar yang telah kehilangan seni dalam mengungkapkan sarkasme, patut diduga mereka telah kehilangan keterpelajarannya. (Tarli Nugroho)
Langganan:
Postingan (Atom)