Minggu, 18 Oktober 2015

Lok Baintan

Salah satu pasar terapung yang masih tersisa di Nusantara, dan bukan semata pajangan untuk turis. Terletak di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Sekira 45 menit perjalanan sungai dari kota Banjarmasin.


Turisme adalah bonus di sini. Lebih terasa di hari Sabtu dan Minggu. Tapi di hari lain, roda ekonomi Lok Baintan berputar di atas fundamennya sendiri.

Kebersahajaan masih dijaga. Tak ada penjual yang menyodor-nyodorkan dagangan setengah memaksa. Tak ada wajah yang bersungut-sungut karena dagangannya tak dibeli, tapi wajahnya difoto atau diwawancarai.

Sesuatu yang telah lenyap di banyak tempat wisata, akibat mass tourism dan industrialisasi.

Yuni (36), seorang tukang perahu sewaan, bahkan sempat menolak ketika kami beri uang tips karena bekerja ekstra membantu pengambilan gambar.

Lokasi wisata yang masyarakatnya masih memiliki fundamental ekonomi, biasanya lebih "rileks" menghadapi tamu atau turis. Turisme adalah side job atau side income. Ini kami dapati di desa wisata Tenganan Pegringsingan, Bali. Lain halnya di Bromo yang terasa serba komersial.

Ini akibat turisme kadang didorong untuk mengubah fundamental ekonomi masyarakat. Misalnya di Ranu Pani, Jawa Timur. Karena ekstensifikasi pertanian kentang tak mungkin lagi dilakukan di kawasan kantung Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, pemerintah Kabupaten Lumajang mendorong agar Ranu Pani menjadi desa wisata, hanya karena rata-rata ada 45.000 pendaki Semeru setiap tahun.

Padahal bila cuaca buruk, pendakian kerap ditutup, dan ini menimbulkan kerentanan baru bagi warga.

Sementara respon warga sendiri terhadap keterbatasan lahan, justru berbanding terbalik dengan pemerintah. Alih-alih mengubah rumahnya menjadi guest house atau kafe, sebagian warga mendesain atap rumahnya menjadi tempat pembibitan kentang jenis Granola Kembang, dengan tujuan mendapatkan bibit terbaik untuk memaksimalkan produksi di lahan terbatas.

Ekspedisi Indonesia Biru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar