Minggu, 18 Oktober 2015

Uya Kuya KW 13

Pukul dua dini hari, pintu kamar saya diketuk. Ini mengherankan sekali. Kalau ada teman saya yang mau berkomunikasi, tentu menelepon atau mengabari dulu. Kalau petugas hotel jelas tidak mungkin.

Saya agak ndredeg. Maklum saya takut memedi, demit, dan sejenisnya. Lalu saya injen dari lubang injenan di pintu. Di depan kamar terlihat Si Uya Kuya KW 13 diantar sama beberapa anggota rombongan KBEA.

Akhirnya saya membuka pintu. Si Andy Sri Wahyudi langsung bilang, "Mas Thut, ini Si Sempol Kebo sudah saya penging supaya ndak usah ndodog kamar ini. Tapi ngeyel."

Mereka lalu masuk ke dalam kamar. Hati saya mulai gak enak.

"Apa yang bisa saya bantu, Mas?" saya mencoba bertanya dengan sopan sekalipun agak jengkel kepada lelaki bertopi yang malam sebelumnya kami traktir makan malam karena wajahnya mirip Uya Kuya.

"Mas, saya minta diaudisi... please..." ucapnya sembari membungkukkan badan dan melepas topi tompinya.

Tentu saja saya heran. "Audisi apa, Mas?"

"Saya dengar Sampeyan calon juri Indonesian Idol..." balasnya dengan rasa percaya diri yang sangat tinggi.

Jamput. Ini pasti arek-arek gendeng KBEA ngerjain saya. Pas saya lirik mereka, semua yang mengantar Si Uya Kuya KW ini pada menahan tawa.

Saya terus duduk di kursi. Njlegrang. Dalang gak mungkin kalah lakon.

"Kamu bisa menyanyi?" tanya saya dengan nada agak merbawani.

"Bisa, Mas!"

Ih, orang ini sepertinya habis kulakan percaya diri. Kalau enggak ya pasti habis dicuci otak sama Kardono Setyorakhmadi.

"O, ya... Kalau gitu coba menyanyi."

Dia langsung menarik nafas, berjalan ke arah pintu, lalu menghadap saya, seakan saya adalah Ahmad Dhani, dan dia adalah Virzha.

Kemudian mulailah dia melenggak lenggok bernyanyi. Dan sempat diulang sampai tiga kali.

"Gimana, Mas?" dia bertanya dengan nada memelas.

"Suaramu itu gak cocok jadi penyanyi..." saya mencoba memasang wajah dingin dan arogan ala Ahmad Dhani.

"Terus, Mas?"

"Kan sudah saya bilang kalau suaramu gak cocok jadi penyanyi?"

"Cocoknya?"

"Cocoknya bilang 'kanan, terus, teruuus, balees, luruuuus, munduuur, stop!' Sambil kalungan peluit."

"Maksud sampeyan tukang parkir, Mas?"

"Lho kamu sendiri yang bilang begitu."

Tiba-tiba mukanya langsung seperti orang mau menangis. Memelas. "Mas, Sampeyan kok tega begitu sih sama aku? Aku kan sudah sopir, masak kamu suruh aku balik jadi tukang parkir lagi."

"O, kamu sopir?"

"Iya, Mas! Saya ini sopir dan bisa berbahasa Inggris. Saya ini sarjana Sastra. Skripsi saya tentang puisi-puisi Rieke Dyah Pitaloka! Sampeyan tahu enggak siapa dia?"

"Enggak..." jawab saya mencoba kalem, tidak terpancing emosi. Anak-anak KBEA pada makin menunduk, menahan tawa. Jampuuuut!

"Kamu dulu kuliah di mana, Mas? Rieke Dyah Pitaloka kok enggak tahu?"

"Saya ndak sempat kuliah..."

"Lha enggak sempat kuliah kok bisa jadi calon juri Indonesian Idol?"

Anak-anak KBEA satu persatu mulai keluar kamar, saking tidak kuat menahan rasa tawa. Taek betul.

"Sudah gini saja, besok kamu datang lagi. Sekarang aku mau mengerjakan sesuatu dulu."

Dia akhirnya pergi dengan tubuh lemas dan muka melas. "Salam buat Mas Anang ya, Mas..."

Jancuuuuuuk!

(Puthut E.A.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar