Rabu, 11 November 2015

IPT65

Butir 6 (soal kasus2 kejahatan serius) & butir 7 (soal kasus2 pelanggaran HaM dan c.q. butir 3: "Tribunal memiliki format pengadilan HAM secara formal") kabur dan paradoksal, kerena tidak memilah dan membedakan dgn jernih antara "rezim hukum pidana yg mengadili kejahatan dengan pertanggungjawaban individu" dan "rezim hukum internasional HaM yg menuntut pertanggungjawaban negara". Pemilahan dan pembedaan kedua rezim itu merupakan konsep elementer dalam hukum internasional. Kerancuan konseptual itu bakal memiliki konsekuensi dan berimplikasi serius terhadap pilihan-pilihan pendekatan, metodologi, dan kerangka riset, penyelidikan maupun penuntutan dari suatu peradilan.

Kalau IPT65 sendiri sudah rancu sejak dalam pikiran, bagaimana mau menyadarkan masyarakat dan meluruskan salah paham? ‪#‎eh‬

*) Penghiburan: jangan berkecil hati, toh salah kaprah itu berasal muasal sejak UU 26/2000 ttg Pengadilan HaM disusun oleh para arsiteknya Prof. Muladi, Prof. Romli Atmasasmita, dan Prof. Andi Hamzah. Salah satu dampaknya sudah jelas koq: impunitas!

(Harry Wibowo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar