Sabtu, 10 Oktober 2015

9 Oktober 1967

9 Oktober 1967, seorang pemuda revolusioner bernama Ernesto Guevara dibunuh. Pembunuhan “Che” adalah salah satu rangkaian dari upaya penumpasan sistematis terhadap gerakan perlawanan rakyat di mana-mana yang dilancarkan sejak 1960-an oleh imperialisme global melalui kaki-tangan borjuasi nasionalnya. Kisah pak tani Salim Kancil di pelosok Jawa penanda bagi sejarah yang berulang dengan latar dan kalender waktu berbeda: perlawanan, bagi tuan-tuan modal besar, harus dipadamkan, meski dengan cara-cara brutal.

Inisiatif

Kalau publik cermat, infografis soal sikap fraksi-fraksi di DPR terkait revisi UU KPK yang dimuat Kompas hari ini sebenarnya cukup untuk memberi gambaran bagaimana proses di balik rencana revisi UU KPK. PKS, misalnya, menolak kalau revisi itu terjadi atas inisiatif DPR. Sedangkan PAN, tidak mempermasalahkan inisiatif itu berasal dari mana.

Papua

Hal paling penting yg membuat orang Jakarta peduli Papua adalah Freeport. Tambang emas. Bukan manusianya. ‪#‎egois‬ (Farid Gaban)

Pernikahan Binatang

Aku menghubungi Don. Dari seberang dia menjawab, usai menyunting tulisan untuk korannya yang akan terbit besok, dia ada rapat sebentar, lalu akan meluncur ke tempatku berada.

Jumat, 09 Oktober 2015

Free Wife

Subhanallah, senangnya bisa ketemu rumah makan ini. Menunya enak-enak. Pelayannya ramah-ramah. Musholanya juga bersih. Dan anu, itu lho, ada 'free wife' segala. Password-nya juga gampang diingat: "menunyaenak". Kurang apa lagi coba?

HAM dan Liberalisme

Nggak betul kalau hak asasi manusia seperti yang sudah dikodifikasi dalam hukum internasional HaM hingga saat inii lahir dari rahim liberalisme. Kayaknya Kang Amin Mudzakkir musti buka-buka lagi berbagai acuan tentang sejarah pembentukan standar normatif HaM.

Ekspedisi

Membaca “Pulau Run” karya Giles Milton, teranglah kini bahwa ekspedisi mestinya adalah jalan pedang. Sebuah ikhtiar untuk menemukan sesuatu yang berharga, yang dicari dan diharapkan berguna bagi manusia; di mana pun tempatnya. Jalan yang hanya bisa ditempuh oleh manusia-manusia yang memiliki ketabatan dan keberanian seribu pendekar. Mereka, manusia-manusia yang rela menembus bahaya dan kesepian tentu punya motif ekonomi [ekspedisinya diongkosi dan lain sebagainya], tapi tak semua orang akan memilih untuk menukarkan hidup mereka hanya demi mendapatkan rumah yang hangat, perempuan seksi, minuman yang paling durjana, dan hidup yang lebih baik, bila risikonya adalah kematian.

Koran Edisi Cetak

Kemarin, ketika halaman muka Republika tentang asap jadi viral dan bahasan di media sosial, ada email dari Koran Tempo yang mengabarkan bahwa mulai tanggal 11 Oktober besok, mereka tidak akan menerbitkan lagi koran edisi hari Minggu. Tidak diberi alasan kenapa edisi hari Minggu tidak terbit lagi. Saya menduga karena bisnis cetak tidak lagi menguntungkan, atau pembacanya menurun drastis seperti kecenderungan yang merata dan membesar di berbagai belahan dunia. Tapi bisa juga karena alasan yang lain, wallahu a'lam.

Koalisi Prabowo Tolak Pelemahan KPK

Headline Koran Tempo hari ini, Jumat, 9 Oktober 2015. Judulnya korek, tapi lead-nya tetap apologetik, karena masih saja coba mencuci tangan 'cover boy' pilihannya. Lead apologetik ini mengandaikan ada disharmoni antara kehendak istana dengan kehendak partai-partai pendukungnya (kali ini plus Golkar) di parlemen, dalam soal revisi UU KPK. Padahal, anak kecil saja tahu bedanya "DISHARMONI" dengan "SINKRONISASI". Mosok Tempo tidak?!

Kamis, 08 Oktober 2015

Jargon

Selalu kagum dg kecenderungan aparat pemerintah menjunjung tinggi jargon (istilah teknis/adminitratif/birokratis) bahkan ketika melihat jutaan orang tercekik asap berminggu-minggu. Sampai kemarin pemerintah pusat menolak menyebut bencana asap sebagai bencana nasional. (Cukup bencana lokal). Tapi, apa sih bedanya status lokal atau nasional, jika intinya banyak orang sedang menderita dan harus segera ditolong? Jika mengikuti logika yg sama, pemerintah kini harus menaikkan status bencana asap jadi bencana internasional, krn keterlibatan beberapa negara. (Farid Gaban)